Kadin Jatim dan Asosiasi Logistik Bersatu Tolak Perubahan Pasal 110 RUU Pelayaran
Surabaya, Nawacita | Para Asosiasi bersama Dinas Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur menyatakan penolakan atas rencana di hapusnya pasal 110 Ayat 1 dan Ayat (5) pada Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Dihadiri oleh Asosiasi Pemilik Pelayaran Nasional Indonesia (INSA) Surabaya, Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jatim , Organisasi Angkutan Darat (Organda) Tanjung Perak, Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jatim dan Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GPEI) Jatim. Mereka berkumpul membahas menolak Rancangan Peraturan Menteri (RPM) Tarif Kepelabuhanan di Kantor Dinas Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, pada Jum’at (23/8/2024).
Kepala Dinas Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, Adik Dwi Putranto mengungkapkan RPM Tarif Kepelabuhanan oleh Menteri Perhubungan yang akan menggantikan PM Perhubungan 121/2018 tidak senafas dengan semangat pemerintah untuk menurunkan cost logistik di tanah air.
Ketua DPW ALFI/ILFA Sebastian Wibisono bersama ketua Asosiasi lingkup kepelabuhanan Jatim, pada kesempatannya menyampaikan suara penolakan terhadap perubahan yang akan dilakukan oleh Menteri Perhubungan. Ia menyatakan alasan penolakan tersebut karena diduga akan membuka peluang kepada Otoritas Pelabuhan, selaku wakil pemerintah, untuk berbuat sewenang-wenang dan secara sepihak menetapkan tarif terkait dengan penggunaan perairan dan/atau daratan serta jasa kepelabuhanan.
“Intinya kita sudah mendukung dari kegiatan yang sudah dilakukan oleh DPP tentang permasalahan penolakan ini. Tentunya kami sebagai DPW Jawa Timur juga ingin membantu dan mendorong merapatkan barisan untuk membantu menghindari hal yang sangat negatif, dimana Indonesia sekarang sedang menuju ke perubahan 2045”. Terang Sebastian Wibisono.
“Sedangkan RUU ini akan membuat kembali mundur, dimana kita ingin menurunkan biaya logistik, akan tetapi mau di monopoli”. Lanjutnya.
Selain itu Sebastian Wibisono mengatakan bahwa terminal operator memerlukan pengawasan dan pengontrolan. menurutnya, bukan hanya masalah penarifan, akan tetapi sebagai upaya agar kegiatan-kegiatan operasional yang ada di terminal operator, para asosiasi sebagai wakil dari pengguna jasa juga bisa membantu mengontrol stabilitasnya.
“Sehingga tidak terjadi permasalahan-permasalahan yang akan timbul dikemudian hari. Selain cost yang logis, kualitas pelayanan juga harus ditingkatkan ini yang perlu kita tingkatkan sehingga kita berharap RUU ini, Menteri Perhubungan bisa sensitif terhadap permasalahan tersebut. Semoga ini bisa berjalan yang baik ke depannya”. Terangnya.
Baca Juga:Â KPU Jatim Luncurkan Maskot ‘Si Jali&’ dalam Sosialisasi Pilgub 2024 di Kota Lama
Dalam kesempatannya, Wibi juga menyampaikan bahwa ALFI ILFA Jatim mendukung Usulan DPR RI bahwa untuk melibatkan asosiasi dalam penentuan tarif-tarif jasa kepetabuhanan.
Kata Wibi, keterlibatan masyarakat usaha sebagai stake holder jasa kepelabuhanan adalah salah satu bentuk peran serta masyarakat yang memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya dolam rangka meningkatkan penyelenggaraan pelayaran secara optimal.
“Tujuan utama melibatkan semua stake holder adalah mempertemukan titik kompromi agar tarif yang disepakati tidak menjadi faktor yang menimbulkan high cost economy yang menyebabkan daya saing barang barang ekspor jadi rendah atau barang-barang perdagangan domestik mengalami penurunan daya beli karena harga jadi naik”. Terang Sebastian Wibisono. (Al)