JAKARTA, nawacita — Menjelang libur panjang hari raya, investor perlu mewaspadai aksi ambil untung setelah indeks harga saham gabungan akhirnya berhasil menembus level psikologis 5.000. Kemarin, IHSG ditutup naik 0,73% sebesar 36 poin ke level 5.016,65 seiring dengan menguatnya pasar global dan regional. Dalam tiga hari sejak UU tax amnesty disahkan, IHSG melompat 3,73% dari 4.836,05.
Hal ini memicu Investor asing memborong saham dengan membukukan net buy Rp4,94 triliun dalam empat hari terakhir. Capaian itu membuat net buy sejak awal tahun menebal menjadi Rp13,02 triliun. Seluruh sektor menghijau dengan penguatan tertinggi terjadi pada sektor pertambangan 29,82% year-to-date. Saat bersamaan, IHSG melompat 9,22% sejak awal tahun. Dengan keadaan ini, pasar Indonesia diuntungkan berlipat-lipat dari kondisi bursa global jelang liburan.
Direktur PT Investa Saran Mandiri Hans Kwee menyebutkan penguatan IHSG masih dipicu soal pengesaham UU Pengampunan Pajak. Indeks RI pulih terlebih dahulu dibandingkan dengan regional dan global yang masih terpapar sentimen negatif hengkangnya Inggris dari Uni Eropa (British Exit/Brexit). “Tax amnesty positif untuk IHSG, pasar global juga mulai pulih dari Brexit, berkurangnya kekhawatiran Brexit bikin IHSG naik, kemarin juga menjadi perdagangan terakhir semester I sehingga ada window dressing,” katanya, Kamis (1/7).
Selain itu, investor asing mulai mencari instrumen safe haven dan emerging market untuk portofolio pascabrexit. Akhirnya, dana dari Eropa diperkirakan masuk ke Indonesia.
IHSG diperkirakan akan bergerak pada level support 4.940-4.970 dan resistance 5.050. Sedangkan, rupiah juga diproyeksi terkoreksi dengan level support Rp13.100 per dolar AS dan resistance Rp13.200 per dolar AS.
Akuntino Mandhany, Investment Specialist PT BNI Asset Management juga mewanti-wanti investor atas euforia di lantai bursa akibat pengesahan tax amnesty. Pasalnya, lonjakan IHSG tidak seiring dengan perbaikan fundamental lantai bursa.
“Akan ada realisasi keuntungan, khawatirnya euforia masih akan berlanjut atau tidak. Secara fundamental enggak mendukung,” tuturnya.
Rasio harga saham terhadap laba (price to earning ratio/PER) IHSG menjadi termahal di kawasan regional setelah bursa Shenzhen China. PE IHSG mencapai 26,43 kali, sedangkan bursa Shenzhen 45,27 kali.
Earning yang diperoleh emiten di Tanah Air, menurut Akuntino, belum membaik saat IHSG menembus level psikologis 5.000. Bahkan, dia memprediksikan emiten di lantai bursa belum akan memperoleh peningkatan keuntungan demi mengimbangi melesatnya IHSG.
“Bila lihat prediksi PE, pertumbuhan laba emiten harus naik 60%-70% tahun ini. Pelaku pasar harus hati-hati,” imbuhnya.
Meski demikian, Analis PT Danareksa Sekuritas Lucky Bayu Purnomo menilai level 5.000 menjadi angka awal untuk reli dengan support baru di level tersebut. Sektor pertambangan, properti, konsumer, dan infrastruktur menjadi pilihan pelaku pasar.
Apalagi, tax amnesty diproyeksi bakal meningkatkan pendapatan pemerintah, memperkuat cadangan devisa, dan memperluas ruang fiskal. “Repatriasi modal dari luar negeri akan memperkuat rupiah dan cadangan devisa setidaknya dalam jangka pendek,” tulis Thomas Rookmaaker, Direktor Sovereigns Fitch Ratings, dalam risetnya.
INSTRUMEN OBLIGASI
Sementara itu, pada tahun ini, investor yang mengoleksi surat utang negara diprediksi mendulang return lebih tinggi ketimbang investor obligasi korporasi. Selama semester I/2016 imbal hasil surat utang negara (SUN) mendulang 12,74%, lebih tinggi dari return obligasi korporasi sebesar 8,73%.
Wahyu Trenggono, analis Indonesia Bond Pricing Agency, mengatakan return obligasi pemerintah lebih tinggi karena swing harga SUN lebih lebar dari swing harga obligasi korporasi.
“Pada awal tahun ini, imbal hasil obligasi korporasi sudah cukup rendah sehingga penurunannya tidak terlalu tajam,” ucapnya, Kamis (30/6).
Wahyu memperkirakan pada akhir tahun ini return SUN bakal lebih tinggi dari return obligasi korporasi. Dengan catatan, bila BI Rate kembali turun dan inflasi dapat dijaga.
Hingga kemarin, imbal hasil SUN bertenor 20 tahun FR0056 turun 1,37 bps ke posisi 7,4% dari hari sebelumnya. Sementara, SUN bertenor lima tahun FR0053 di posisi 7,26% dan SUN 20 tahun FR0072 berada di posisi 7,66%.
Ramdhan Ario Maruto, Associate Director Fixed Income Divison PT Anugerah Securindo Indah, memperkirakan imbal hasil SUN menguat seusai Lebaran dengan catatan tidak ada sentimen negatif dari luar dan dalam negeri. Prediksinya, imbal hasil SUN bertenor 10 tahun bisa menembus posisi 7,2%-7,3% pada Juli 2016.
“Imbal hasil berpotensi terus turun bila implementasi dana repatriasi terjadi dan rupiah terus menguat,” kata Ramdhan, Kamis (30/6).
Berdasarkan data Asian Bonds Online, sepanjang paruh pertama tahun ini penurunan imbal hasil Indonesia paling tinggi dibandingkan dengan 10 negara lain. Selama semester I/2016 imbal hasil SUN 10 tahun Indonesia sudah turun 115,6 bps ke posisi 7,58%. Posisi kedua ditempati AS yang turun 80,3 bps, diikuti imbal hasil SUN 10 tahun Singapura yang sudah turun 70,9 bps.
“Pasar obligasi kita masih menarik karena memberikan imbal hasil di atas 7%,” ujar Ramdhan.
Karena masih menarik, dia memperkirakan investor asing masih membanjiri pasar surat berharga negara (SBN) Indonesia. Sejak 1 Januari 2016 hingga 20 Juni 2016 dana investor asing yang masuk ke SBN rupiah mencapai Rp81,5 triliun.