GARUT, NAWACITA – Bencana alam melanda dua kabupaten di Jawa Barat, yakni Garut dan Sumedang, pada Selasa tengah malam, 20 September 2016. Tujuh kecamatan diterjang banjir bandang di Garut dan lima dusun pada satu desa di Sumedang terdampak tanah longsor.
Bencana yang paling parah terjadi di Garut. Berdasarkan data termutakhir per Rabu petang, sedikitnya 20 warga tewas dan 16 orang dilaporkan hilang. Sebanyak 300 rumah rusak berat dan ringan serta 100 rumah hilang akibat tersapu air bah itu. Sekira-kira 1.000 jiwa diungsikan ke markas Komando Resor Militer dan Komando Distrik Militer setempat, Apotek Wira Prima, Rumah Sakit Guntur serta beberapa pos pengungsian.
Longsor di Sumedang menyebabkan lima orang tewas, dua warga luka, dan seorang masih hilang. Tiga unit rumah rusak, satu musala hancur, dan 200 rumah terdampak di Dusun Ciherang. Dua unit rumah tertimbun di Dusun Cimareme dan 100 warga dievakuasi di Dusun Babakan Gunasari. Sebanyak 670 jiwa diungsikan ke Gelanggang Olahraga Tajimalela di kabupaten setempat.
Kondisi lebih memprihatinkan di Garut karena rumah sakit pemerintah setempat, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Slamet, juga kebanjiran. Banjir akibat luapan air Sungai Cimanuk itu merendam lantai dasar RSUD sehingga pelayanan kesehatan nyaris lumpuh. Sebanyak 35 ruangan dari 40 bilik perawatan terendam. Ratusan pasien, termasuk korban banjir bandang itu, terpaksa dirawat di ruang seadanya di lantai dua.
Ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada rumah sakit itu, termasuk ruangan yang paling parah terdampak banjir sehingga tidak difungsikan untuk sementara. Rumah sakit itu juga belum bisa menerima pasien di IGD karena kondisi ruangan yang berantakan dan lumpur yang cukup tebal.
Kantor Unit Donor Darah Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Garut pun kebanjiran. Sebanyak 100 kantong darah rusak dan alat penting di kantor itu juga terendam. Bupati telah meminta bantuan kepada PMI Jawa Barat untuk memenuhi kebutuhan darah.
Fasilitas publik lain yang ikut terdampak ialah jaringan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Intan Garut. Instalasi produksi, jaringan distribusi utama, dan instalasi-instalasi penunjang sarana air bersih PDAM pun rusak.
Titik-titik kerusakan berat terjadi pada jaringan distribusi utama dari mata air Cibuntu dan Sasak Rawayan menuju Cibunar sehingga menghentikan aliran air untuk 702 konsumen/pelanggan. Jaringan pipa distribusi utama Tarogong Kidul di Jembatan Cikamiri terputus sehingga mengganggu aliran air untuk 9.124 konsumen.
Musibah itu juga menimpa sejumlah gedung sekolah di Garut. Menurut data Dinas Pendidikan setempat, ada tujuh gedung SMP, dua gedung SD, dan satu gedung SMA yang terdampak banjir bandang. Beberapa ruang kelas yang roboh akibat diterjang banjir bandang dan sebagian yang lain berlumpur. Pihak sekolah memilih meliburkan siswanya.
Terparah Sepanjang Sejarah
Bupati Garut, Rudy Gunawan, menyebut banjir bandang itu petaka alam terparah sepanjang sejarah kabupaten yang dipimpinnya. Tak hanya karena banyak jumlah korban tewas dan luka maupun kerugian materiil, tetapi juga skala banjirnya. Beberapa kali banjir, termasuk pada tahun 2015, setinggi lima meter. Namun bencana banjir kali ini mencapai delapan sampai sepuluh meter.
Bupati membenarkan bahwa banjir itu akibat air Sungai Cimanuk meluap setelah hujan lebat dan lama sejak Selasa siang hingga malam. Sedangkan Sungai Cimanuk hanya dapat menampung air setinggi enam meter. “Hujan yang deras dan lama. Ini penyebab utama banjir,” katanya pada Rabu sore.
Pemerintah Kabupaten telah menyalurkan bantuan berupa makanan dan pakaian sebagai upaya tanggap darurat untuk para korban. Bantuan dari organisasi kemasyarakatan dan perusahaan swasta pun telah mengalir. Aparat pemerintah bersama TNI dan warga bergotong-royong untuk membersihkan fasilitas publik dan rumah-rumah yang dipenuhi lumpur dan material lain.
Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, memastikan bantuan untuk para korban banjir bandang di Garut dan longsor di Sumedang sudah disalurkan. Bantuan itu berupa makanan, peralatan tidur, hingga dapur umum. Dia mengklaim bantuan itu sudah mencukupi.
“Antisipasi, arti mitigasi bencana, sudah dilakukan. Evakuasi masyarakat sudah. Pertolongan pada masyarakat sudah. Pencarian masyarakat juga sudah, termasuk posko sudah ada,” katanya kepada wartawan di Bandung pada Rabu.
Pemerintah Kabupaten Garut belum memikirkan solusi tetap bagi warga yang kehilangan rumah atau rumahnya rusak. Namun Bupati menyatakan telah menyiapkan kebijakan darurat dan sementara, yakni menampung para korban di rumah susun di Kelurahan Muara Sanding, Kecamatan Garut Kota. Rumah susun itu berdaya tampung 94 keluarga.
Rumah susun itu, Bupati mengakui, memang tak ideal jika harus menampung 300 kepala keluarga yang rumahnya hilang atau rusak berat. Namun itu solusi yang bersifat sementara dan darurat. Dia berjanji segera mencarikan solusi tetap untuk itu.
“Mereka keluarga-keluarga miskin sehingga kesulitan untuk membangun kembali rumah mereka. Nanti kita bicarakan dulu solusinya untuk rumah-rumah mereka,” katanya.
Pemerintah pusat pun mengutamakan dulu kebijakan tanggap darurat selama tujuh hari pertama sejak petaka alam itu melanda dua daerah di Bumi Priangan. Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, telah memerintahkan Menteri Sosial dan Menteri Kesehatan agar fokus pada penanganan korban.
Presiden juga menginstruksikan aparatnya segera memperbaiki fasilitas umum yang rusak akibat banjir bandang dan longsor itu. “Perbaikan infrastruktur yang rusak akibat (banjir bandang dan) longsor dan tentu penanganan terhadap warga yang kehilangan rumah,” kata Juru Bicara Kepresidenan, Johan Budi Sapto Prabowo, di Istana Negara, Jakarta, pada Rabu.
Biang Bencana
Tragedi air bah yang merenggut banyak korban jiwa itu disebut sebagai akibat buruk aliran hulu Sungai Cimanuk, yang melintasi lima kabupaten di Jawa Barat, yaitu Garut, Sumedang, Kuningan, Cianjur, dan Tasikmalaya.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memang mencatat hujan lebat dan lama serta merata di semua kabupaten itu, terutama Garut, sejak Selasa siang hingga malam. Sungai Cimanuk tak lagi sanggup menampung air yang berlebih sehingga melimpah dan menyebabkan banjir bandang besar di Garut.
Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, Sungai Cimanuk dinyatakan sebagai Daerah Aliran Sungai (DAS) kritis sejak tahun 1980. Konsekuensinya adalah sering banjir dan longsor jika terjadi hujan lebat.
Dia menyebut “kritis DAS Cimanuk dari KRS (koefisien regim sungai).” Koefisien Regim Sungai/KRS adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara nilai debit maksimum (Qmaks) dengan nilai debit minimum (Qmin) pada suatu DAS/sub DAS.
Analisis berbeda disampaikan Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) Jawa Barat. Bencana itu sebagai buntut aktivitas pembangunan yang melanggar ketentuan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Sejumlah kawasan lindung di Garut ternyata sudah berubah peruntukan.
“Ketika di kawasan tersebut tata ruangnya adalah hutan lindung, maka harus kita hormati. Di kawasan tertentu di Garut itu, misalnya, di Cipanas, ada Gunung Guntur, sekarang beberapa pengusaha dieksploitasi pasirnya. Kita sudah setop tapi masih keukeuh (kukuh),” kata Kepala BPLH Jawa Barat, Anang Sudarna, di Bandung pada Rabu.
Bentuk eksploitasi lingkungan, kata Anang, juga terjadi di kawasan kawah Darajat. Kawasan itu telah menjadi lokasi pariwisata, pembangunan penginapan, restoran hingga pemandian air panas.
Padahal, menurutnya, kawasan itu sebagai lahan konservasi yang tidak diperkenankan ada pembangunan. Namun dipaksakan oleh pengusaha yang hanya melihat potensi bisnis. “Ada daerah yang tidak boleh dibangun, tidak boleh dirusak, harus tutup vegetasi, tapi dipaksakan,” katanya.
Dia mengingatkan agar tidak ada lagi kemudahan pemberian izin bagi pengusaha di kawasan lindung tertentu. Soalnya dampaknya baru terasa di kemudian hari dan tanpa terduga.
Bupati tudingan itu. Dia mengklaim Sungai Cimanuk dalam kondisi baik. Begitu juga dengan hutan lindung di kabupaten itu. Dia menyebut satu bukti, yaitu Garut dianugerahi penghargaan sebagai terbaik dalam hal penghijauan di Jawa Barat. “Kemarin jadi terbaik di Jabar dalam penanaman pohon,” katanya.
Dia berkukuh penyebab utama banjir itu ialah hujan lebat dan lama. “Sungai Cimanuk tidak bisa menampung.” Ditambah drainase buruk di sejumlah permukiman warga. Air yang melimpah tak teralirkan dengan sempurna sehingga berkontribusi pada banjir.
SUMBER : VIVA.CO.ID