JAKARTA, NAWACITA – Instruksi Presiden Joko Widodo sejak dua tahun lalu tentang waktu bongkar muat barang atau ‘Dwell time’ di pelabuhan laut hanya dua hari saja, belum terlaksana dengan baik hingga saat ini.
Berdasarkan data yang didapatnya baru-baru ini, waktu bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok masih mencapai 3,2 hingga 3,7 hari, Pelabuhan Tanjung Perak dan Makassar masih mencapai enam hari, Pelabuhan Belawan paling parah, yakni tujuh hari.
Hal-hal semacam inilah yang dituding Jokowi sebagai penyebab mahalnya biaya logistik di Indonesia.
Jokowi pun mengungkapkan kemarahannya saat menyampaikan kata sambutan dalam acara peresmian pengoperasian Terminal Peti Kemas Kalibaru Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (13/9/2016) kemarin.
“Jangan sampai masih tujuh atau delapan hari. Mau bersaing kayak apa kita kalau masih tujuh sampai delapan hari?” ujar Jokowi dengan nada tinggi.
Nada Jokowi semakin meninggi saat membahas Pelabuhan Belawan. Ia mendapatkan informasi bahwa masih terdapat kecurangan di sana.
Dari delapan crane yang ada, pengelola hanya mengoperasikan satu crane. Jokowi menduga kuat hal itu dilakukan supaya pengusaha mengeluarkan uang lebih demi cepatnya proses bongkar muat petikemasnya.
“Ada delapan crane, yang dijalankan hanya satu. Untuk tawar menawar saja. Cara main-main seperti ini sudah tidak bisa lagi,” ujar Jokowi.
“Sekarang orang kabinet itu banyak orang lapangan dan tahu betul apa yang terjadi di lapangan. Hati-hati loh,” lanjut dia.
Selain tentang kecurangan pengelola, Presiden Jokowi juga mendapatkan laporan mengenai masih banyaknya pungutan liar. Khususnya terjadi di Pelabuhan Belawan, Tanjung Perak dan Makassar.
Ia memerintahkan Polisi menindak hal tersebut. “Sudah saya perintahkan ke Kapolri, pelaku pungli tangkap. Enggak ada toleransi lagi. Kalau tidak, kita akan seperti ini terus, masih main-main seperti itu,” ujar Jokowi.
Polisi ‘Gebrak’ Pelabuhan Nakal
Mendapatkan instruksi demikian dari Presiden, Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian mengaku, segera membentuk tim satuan tugas penyelidik dugaan pelanggaran di tiga pelabuhan, yakni Tanjung Perak, Belawan dan Makassar.
Tim satgas akan menyelidiki setiap tahapan bongkar muat barang. Pertama pre clearence.
“Tata cara perizinannya, birokrasi prosedur perizinannya. Itu semua kami periksa. Kalau memang lambatnya di titik ini, kami akan gebrak di situ,” ujar Tito di Kompleks Istana Presiden, Selasa sore.
Kedua, tim satgas akan menyelidiki tahap custom clearence. Tahap ini adalah tahap bongkar muat yang dilakukan jajaran Bea dan Cukai.
“Apakah hambatannya di situ? Misalnya ada pungli atau ada prioritas lain sehingga (petikemas) yang lain lamban, kami akan gebrak juga,” ujar Tito.
Ketiga, tahap post clearence. Tim satgas akan menyelidiki apakah lambatnya bongkar muat ada pada tahap ini atau tidak.
Sebab, jika tahap pre clearence dan custom clearence sudah selesai, maka bongkar muat petikemas seharusnya tidak butuh waktu lama.
“Jika pre clearence sudah selesai, custom clearence juga sudah selesai, tapi tidak dikeluar-keluarkan dengan macam-macam alasan dan ujung-ujungnya setoran, kami juga akan gebrak. Intinya, di mana kami lihat itu menghambat, kami gebrak,” ujar Tito.
Pengusaha yang Jadi Korban Diharap Melapor
Tito mengatakan, Polri akan membuka layanan pelaporan bagi pengusaha yang petikemasnya tertahan lama di pelabuhan.
Ia berharap pengusaha yang menjadi korban kebobrokan tata kelola pelabuhan melapor ke Polri.
Dalam waktu dekat, ia akan mengumumkan akses pelaporan itu. Presiden, lanjut Tito, memberikan waktu satu bulan kepada pengelola tiga pelabuhan itu untuk memperbaiki tata kelola bongkar muat barang.
Namun, tim satgas tidak bekerja menunggu setelah satu bulan itu. Setelah dibentuk dalam waktu dekat ini, tim satgas akan langsung bekerja.
“Penegakkan hukum akan kami lakukan tanpa harus menunggu satu bulan,” ujar Tito.
Namun, jika penyelidikan menunjukkan bahwa lambannya bongkar muat itu tidak ditemukan unsur pidana dan lebih disebabkan karena kesalahan administrasi, maka Polri akan menyerahkan keputusannya kepada Presiden kembali.
“Bisa saja beliau melakukan langkah-langkah lain di luar dari penegakkan hukum. Misalnya, ya saya enggak ngertilah, apa mungkin pergantian pejabat pelabuhan, kan bisa saja,” ujar Tito.
Sementara, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengakui, masih banyak pelabuhan besar yang proses bongkar muatnya masih lamban.
Menurut dia, hal itu disebab kan masih adanya unsur-unsur yang tidak melakukan mekanisme satu atap dengan baik.
“Masih adanya pihak-pihak yang belum optimal menjalankan peran satu atap. Dua tempat yang masih memprihatinkan memang Surabaya dan Belawan,” ujar Budi.
Ia pun bertekad untuk terus mengoptimalkan dwell time supaya lebih cepat dan efektif. SUMBER : KOMPAS.COM