JAKARTA, NAWACITA – Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme berencana mengundang Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Kesehatan Nila Djuwita F Moeloek serta Pusat Pelaporan dan Analisi Transaksi Keuangan (PPATK) pada rapat pansus, Kamis (8/9/2016).
Anggota Pansus Antiterorisme, Arsul Sani menuturkan, pemanggilan Menkeu dan PPATK dilakukan guna mendalami aspek pendanaan dan pencucian uang terkait aktivitas terorisme.
Ia menambahkan, PPATK sebelumnya sempat menyampaikan aliran dana berkaitan dengan kegiatan terorisme cenderung meningkat.
“Pansus juga ingin mengetahui lebih jauh tentunya apakah dalam revisi UU Antiterorisme ini sekalian perlu dimasukkan penyempurnaaan ketentuan terkait aliran dana tersebut yang saat ini termuat dalam undang-undang tentang pencegahan dan pemberantasan pendanaan tindak pidana terorisme,” ujar Arsul melalui pesan singkat, Rabu (7/9/2016).
Adapun, keperluan Pansus Antiterorisme dengan Menkes berkaitan dengan penanganan korban terorisme di rumah sakit. Selama ini, korban dinilai kerap diabaikan dan belum ditangani secara baik oleh pemerintah.
“Ya, itu di antaranya,” kata Sekretaris Jenderal PPP itu.
Adapun pada kesempatan sebelumnya, Pansus Antiterorisme telah memanggil pihak Badan Intelijen Negara (BIN).
Wakil Ketua Pansus Supiadin Aries Saputra menuturkan, salah satu yang dibahas adalah mengenai peran BIN dalam konteks pencegahan.
Aksi terorisme harus bisa dicegah menggunakan early warning system atau sistem pencegahan dini.
Ia menambahkan, selama ini dalam UU Antiterorisme tidak ada pasal yang mencakup pencegahan.
“Artinya UU baru berlaku ketika sudah terjadi aksi terorisme, orang sudah mati, ada korban. Makanya dalam konsep UU Antiterorisme ke depan ada strategi pencegahan, penindakan dan rehabilitasi,” ujar Supiadin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/9/2016).
SUMBER : KOMPAS.COM