Tiga Perusahaan Besar Perlu dimintai Penjelasan dan Tanggung Jawab
BANDUNG, NAWACITA.co – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Barat menduga perusakan lingkungan, alih fungsi paksa hutan dan adanya tambang ilegal menjadi salah satu sebab utama bencana ekologis dan hidrometeorologis di Kabupaten Sukabumi, Selasa (03/12/24) lalu.
Direktur Eksekutif WALHI Jawa Barat, Wahyudin mengungkapkan, bencana yang terjadi di Sukabumi tersebut diduga akibat kerusakan lingkungan yang ada. Dugaan tersebut mencuat setelah WALHI Jawa Barat menurunkan Tim Investigasi pada Selasa, (03/12/2024) lalu. Dari hasil investigasi, WALHI Jawa Barat menemukan beberapa kerusakan dan alih fungsi hutan di wilayah terdampak bencana di di Sukabumi.
“Dari lapangan ditemukan fakta terjadi degradasi hutan di kawasan pegunungan Guha dan Dano di Kecamatan Jampang Tengah. Tidak hanya di sana, di Desa Waluran Kecamatan Jampang, degradasi hutan diduga kuat karena adanya pembukaan lahan untuk proyek Hutan Tanaman Energi (HTE) guna pasokan serbuk kayu ke PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) Pelabuhan Ratu,” ungkap Wahyudin saat menghubungi Nawacita, Jumat, (13/12/2024) kemarin.
Menurutnya, ada beberapa perusahaan yang dianggap bertanggung jawab atas proyek tersebut. “Adapun aktor yang terlibat dalam kegiatan ini adalah Perum Perhutani,PT. PLN dan PT,BA serta tidak menutup kemungkinan perusahaan-perusahan sinar mas dan perusahan yang berasal dari Cina bergerak juga dalam program ini,” tambahnya.
Wahyudin juga mengungkapan, dugaan keterlibatan itu muncul karena beberapa perusahaan tersebut bergerak untuk kebutuhan serbuk kayu.
Baca juga :Â Update Terakhir Bencana Sukabumi Per 12 Desember 2024, Sepuluh Orang Meninggal dan Dua Masih Dinyatakan Hilang
“Salah satunya perusahan yang bergerak untuk kebutuhan serbuk kayu yaitu PT. PLN
Persero, PT Sinar Mandiri dan PT Makmur Jaya Coorporindo,” ujar Wahyudin.
Selain itu, ia juga memaparkan, adanya temuan tambang emas di Kecamatan Ciemas, Kecamatan Simpenan dan kawasan hutan sosial pada petak 93 Bojong Pari dan Cimantingin.
“Kami juga telah menemukan adanya operasi tambang emas dikawasan hutan. Di Ciemas, beroperasi PT. Wilton dengan luas konsesi 300 Ha, dan juga di Simpenan beroperasi kegiatan tambang oleh PT. Generasi Muda Bersatu. Kawasan perhutanan sosial tidak luput pula dari objek tambang sebagaimana terdapat di petak 93 Bojong Pari dan Cimaningtin dengan luas 96,11 ha,” paparnya.
Wahyudin menilai, tambang emas tersebut ilegal karena merujuk pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sukabumi, kawasan tersebut tidak seharusnya difungsikan menjadi tambang.
“Jika mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sukabumi, kawasan tersebut tidak masuk pada lokasi pertambangan dan juga bukan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR),” tandasnya.
Menurutnya aksi perusakan lingkungan dan alih paksa fungsi hutan untuk kepentingan komersil, membuat fungsi hutan tidak berjalan optimal sebagai resapan air dan pancang tanah sehingga terjadilah banjir, longsor dan pergerakan tanah.
“Bencana ekologis yang telah memporakporandakan wilayah Sukabumi jelas karena adanya konribusi Perusahaan,” pungkas Wahyudin.
(niko)