DPC KSPSI Mojokerto : Hari Buruh Tidak Untuk Kampanye Pemilu 2024
Mojokerto, Nawacita – Sehari jelang May Day (Hari Buruh) 1 Mei 2023, DPC Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kabupaten Mojokerto memberi imbauan kepada seluruh buruh bahwa acara hari buruh adalah momentum untuk buruh bersuara dan jangan ada campur tangan politik, mengingat saat ini mendekati tahun politik.
Koordinator Divisi Hukum DPC KSPSI Kabupaten Mojokerto Sutarwadi mengatakan, acara yang digelar pada, Senin (1/5/2023) di depan Kantor Gubernur Jawa Timur, akan dilakukan aksi damai dari sejumlah pihak atau elemen dan menyuarakan serta menolak UU No. 6 Tahun 2023 klaster ketenagakerjaan dinilai tidak menguntungkan bagi buruh.
Menurutnya, momen hari buruh sangat rawan dimanfaatkan oleh oknum partai untuk melakukan kampanye, maka dari itu, dikatakannya mewakili DPC KSPSI Kabupaten Mojokerto menghimbau kepada anggota dan seluruh buruh agar tidak terlibat dalam kampanye atau politik praktis.
“Ini tentu harus jadi perhatian kita bersama, bisa saja akan dimanfaatkan sejumlah peserta pemilu untuk kampanye misalnya. Ini adalah harinya para buruh mendapatkan haknya atau sebagai ajang menyampaikan aspirasi ke publik,” jelasnya, Minggu (30/4/2023)
Pihaknya juga akan proaktif turut serta bersama Polri dalam menjaga situasi Kamtibmas saat peringatan May Day. “Mengajak organisasi buruh untuk berkolaborasi dan berdialog dengn pemerintah untuk turut mewujudkan Kamtibmas yang aman dan berjalan kondusif saat peringatan hari buruh internasional,” ujarnya.
Tak hanya itu, pihaknya mengajak seluruh pekerja di bawah naungan organisasi KSPSI untuk menjaga kondusifitas agar tidak termakan isu SARA dan berita hoaks yang dapat menggangu ketertiban.
Menyikapi UU No 6 tahun 2023 yang akan di sampaikan oleh parah buruh saat peringatan hari buruh internasional, Ketua Hukum SP KEP SPSI Jawa Timur, Andika Hendrawanto, S.H., M.H. menjelaskan, ada beberapa hal yang perlu disampaikan nantinya, seperti halnya mengenai UU No 6 tahun 2023 yang dinilai pro kontra terhadap ketenagakerjaan. Meskipun UU No 6 tahun 2023 ini sama persis dengan cipta kerja tahun 2020 yang pernah di gugat ke Mahkamah konstitusi (MK), namun putusan MK menyatakan inkonstitusional bersyarat harus di perbaiki, tapi pemerintah tidak memperbaiki malah menciptakan perpu, setelah itu dengan perpu tersebut sama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di sahkan menjadi UU No 6 tahun 2023 dimana terciptanya menjadi UU secara konstitusional.
“Dalam hal ini artinya pekerja seluruh Indonesia siapapun juga baik pekerja atau tidak, dimana MK sudah menyaratkan untuk memperbaiki dalam waktu 2 tahun diperbaiki tapi untuk fakta hari ini, pemerintah malah membuat perpu yang sama dengan isinya dengan UU No 6 tahun 2023 yang banyak menuai pro dan kontra,” terang Andika.
Menurutnya, Konteks penolakan ini harusnya ada aspirasi dari masyarakat khususnya masyarakat pekerja, karena aspirasi dari masyarakat sangat penting. Harusnya sebelum mengesahkan UU, bentuk aspirasi dari masyarakat sangat diperlukan sehingga nantinya ketika UU disahkan tidak merugikam dari semua sisi. “Karena faktanya saat ini dampaknya sangat besar dalam ketenagakerjaan, mulai dari jumlah angka penggangguran semakin banyak,” tegasnya.
Pekerja bukan sebagai komoditi yang sifatnya membebani perusahaan dan banyak hal seperti pajak yang tinggi, birokrasi untuk usaha yang sulit belum lagi pasar bebas. “Ini harus dibenarkan kalau pekerja dianggap sebagai faktor penghambat Investsi itu salah, maka dari itu di acara peringatan hari buruh kita akan menyampaikan aspirasi buruh terhadap publik dan pemerintah,” pungkasnya. Fio Atmaja