Jadi Komandan Batalyon Tjondromowo, Ini Kisah KH Munasir Ali Sebagai Pejuang Kemerdekaan Bangsa Indonesia
Mojokerto, Nawacita – Dalam masa memperjuangkan kemerdekaan Bangsa Indonesia tidak lepas dari keberadaan dan peran ulama, santri serta tokoh – tokoh agama.
Banyak catatan sejarah yang menceritakan tentang peran kaum santri dalam mempertahankan kedaulatan bangsa. Begitu pula dimasa pasca kemerdekaan banyak menyisahkan beragam cerita mengenai Keikut sertaan mereka dalam menumpas para penjajah.
Perjuangan dari santri juga tak terhitung banyaknya pejuang dari kalangan santri dan para kiai yang gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan Bangsa Indonesia dan membela yg tanah air.
Seperti halnya salah satu pejuang kemerdekaan dari kalangan santri, KH Munasir Ali, kiai kelahiran Desa Modopuro, Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto, beliau lahir dari keluarga cukup terpandang. Ayahandanya, Ali pernah menjadi Lurah atau kepala Desa Modopuro.
KH Munasir Ali pernah menjadi Komandan Batalyon 39 Condromowo dengan pangkat terkait Mayor, pada 2 Maret 1919 dan menjadi salah satu kiai yang yang menjadi komandan di era kemerdekaan. KH Munasir Ali selama perang kemerdekaan, aktif berjuang dan berkarir di dunia kemiliteran. Kariernya dimulai dengan mengikuti latihan kemiliteran prajurit Jepang dengan masuk sebagai anggota penerangan Heiho.

Selain aktif sebagai pasukan Hizbullah dengan menjadi Komandan Bati Condromowo ternyata Kiai Haji Munasir Ali juga ikut berperan dalam mendirikan Hizbullah Cabang Mojokerto.
Keikut sertaan Hizbullah ke dalam barisan TNI,. membuat ia pun ikut terdaftar sebagai anggota aktif, sehingga pada akhirnya diangkat menjadi Komandan Batalyon 39 TNI AD.
“Kiai Haji Munasir Ali adalah pahlawan dari kalangan santri sekaligus Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang pernah bergabung di laskar Hizbullah. Berkat keberaniannya dan keahliannya dalam perang gerilya membuat ia ditunjuk sebagai Wakil Ketua Laskar Hizbullah Cabang Mojokerto,” terang Habibullah salah satu keponakan KH Munasir.
Adanya kebijkan Rekonstruksi dan Rasionalisasi atau lebih dikenal dengan RERA, membuat Kiprah KH Munasir Ali semakin menonjol ketika dia dipercaya sebagai sebagai Komandan Batalyon Teritorial dengan kode Batalyon 39 Yon Munasir yang kemudian menjadi Yon 39 Condromowo.
Sebelum kemerdekaan tumbuh banyak organisasi kelaskaran pejuang merebut kemerdekaan Indonesia. Di antaranya PETA, BKR, TRI, Tentara Rakyat, Tentara Keamanan Rakyat dan Hizbullah. Prorgram RERA ini adalah bergabungnya semua kelaskaran pejuang Indonesia
“Atas kebijakan atau intruksi itu (RERA), dari Hizbulloan diminta dua Batalyon. Satu Batalyon dipimpin Mayor Mansur Sholikin dengan nama Yon Mansur Sholikhi yang kemudian menjadi Batalyon 42 Diponegoro. Satunya lagi Batalyon dipimpin Mayor Munsair Ali dengan nama Yon Munasir yang kemudian menjadi Batalyon 39 Condromowo,” terang Habibullah.
Baca Juga: Berkah Bulan Suci Ramadan, Pengrajin Bedug di Mojokerto Banjir Pesanan
Dibawah komandan Batalyon KH Munasir Ali, seringkali melakukan strategi perang dengan perang gerilya. Sehingga tak heran pasukan ini dinamakan Condromowo yang terinspirasi dari kucing kembang telon.
“sebelum kemerdekaan RI, KH Munasir Ali selain melakukan perangan dia juga berperan melakulan konsolidasi untuk menyiapkan kemerdekaan. Pasca kemerdekaan mempertahankan kemerdekaan,” bebernya.
Habibullah mengatakan, dulu KH Munasir Ali pernah bercerita kepadanya aksi perjuang yang paling spektakuler ketika KH Hasyim Asy’ari mengintruksikan santri-santri Tebuireng untuk berjihad melawan sekutu di Surabaya yang lebih dikenal dengan resolusi jihad dan salah satu yang dikirim adalah Batalyonnya KH Munasir.
Habibullah menambahkan, dikalangan para toko dan kiai NU, KH Munasir Ali seringkali diajak musyawarah jika ada persoalan yang tengah dihadapi masyarakat. “Sampai di usia tua beliau kelihatan berwibawa dan kharismatik karena Kiai Munasir itu jarang ngomong, kalau sekali ngomong biasanya banyak yang nurutlah. Sehingga jadi panutan untuk menyelesaikan masalah,” imbuhnya.