Nawacita, Surabaya – Awal tahun 2022 menjadi kabar duka bagi rakyat miskin di Jatim. Pasalnya kepesertaan BPJS Kesehatan rakyat miskin Jatim yang dibiayai oleh Pemprov Jatim dinon-aktifkan sepihak oleh Pemprov Jatim. Hal tersebut menyebabkan sebanyak 622.986 jiwa warga Jatim tidak lagi memilik jaminan kesehatan saat mereka sakit.
Pemprov Jatim lempar tanggung jawab ke pemerintah Kabupaten/Kota. Melalui surat Sekda Prov Jatim nomor: 440/25340/012.4/2021 tertanggal 22 Desember 2021 meminta Kabupaten/Kota untuk mengambil alih pembiayaan iuran BPJS Kesehatan rayat miskin Jatim tersebut. Hal tersebut menjadi ironi karena diwaktu yang bersamaan realisasi pendapatan APBD Jatim menjadi yang tertinggi di Indonesia.
Pengalihan pembiayaan iuran BPJS Kesehatan bagi rakyat miskin/tidak mampu tersebut, maka Gubernur Jatim sama halnya tidak menjalankan Inpres No: 8 Tahun 2018 dan No: 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Salah satu poin dalam Inpres tersebut, Presiden Jokowi meminta kepada Gubernur se Indonesia untuk mengalokasikan anggaran dan pembiayaan iuran BPJS Kesehatan untuk warga miskin/tidak mampu yang didaftarkan oleh Pemerntah Provinsi.
Penon-aktifan kepesertaan BPJS Kesehatan tersebut juga secara sepihak, tanpa adanya sosialiasi ataupun pemberitahuan terlebih dahulu kepada peserta sehingga menyebabkan banyak pengaduan dari rakyat miskin Jatim yang masuk ke relawan Kesehatan Jamkes Watch – KSPI Jatim. Pengaduan-pengaduan tersebut terkait gagalnya rakyat miskin Jatim untuk mengakses layanan Kesehatan. Mereka mengetahui BPJS Kesehatannya non-aktif ketika berobat di Rumah Sakit ataupun Puskesmas/Klinik.
“Kami sebagai relawan Kesehatan Jamkes Watch – KSPI Jatim yang menerima pengaduan juga harus bekejaran dengan waktu untuk membantu mencarikan solusi alternatif pembiayaan layanan Kesehatan, agar rayat miskin yang terdampak penon-aktifan kepesertaan BPJS Kesehatan tersebut dapat segera mendapatkan layanan Kesehatan. Bahkan diantaranya ada yang sampai meninggal dunia karena terlambat mendapatkan layanan Kesehatan,” kata Nuruddin Hidayat sekretaris Jamkes Watch – KSPI Jatim melalui rilis Selasa (18/1/2022).
Menyikapi kondisi tersebut, lanjut Nuruddin pihaknya akan menggelar aksi turun ke jalan sekaligus meminta audensi dengan DPRD dan Pemprov Jatim serta BPJS Kesehatan Jatim pada Rabu (19/1) besok. “Kita akan turun ke jalan bersama sekitar 500 orang pekerja dari berbagai daerah sekitar Surabaya,” terang Nuruddin.
Dijelaskan Nuruddin, tuntutan dari elemen buruh KSPI Jatim adalah menolak penon-aktifan kesepesertaan BPJS Kesehatan rakyat miskin atau tidak mampu yang dibiayai oleh Pemprov Jatim secara sepihak tanpa ada solusi yang jelas.
Oleh karena itu Jamkes Wacth -KSPI Jatim mendesak Pemprov Jatim untuk menjalankan Inpres No. 8 Tahun 2017 dan No. 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional dengan mengalokasikan anggaran dan pembayaran iuran dan bantuan iuran penduduk yang didaftarkan oleh Pemprov Jatim.
“Kami juga meminta pastikan warga Jatim yang terdampak penon-aktifan kepesertaan BPJS Kesehatan oleh Pemprov Jatim dapat kembali mengakses layanan kesehatan, baik untuk rawat jalan maupun rawat inap,” jelas Nuruddin.
Selain itu, mendesak Pemprov segera membentuk Tim kecil dengan melibatkan seluruh stake holder untuk mengatasi dampak penon-aktifan kepesertaan BPJS Kesehatan oleh Pemprov Jatim sehingga masyarakat miskin dapat dibantu untuk mengakses layanan kesehatan, sampai kepesertaan BPJS Kesehatan mereka dibiayai kembali oleh Pemprov Jatim.
“Buka kanal pengaduan bagi rakyat tidak mampu yang terdampak penon-aktifan kepesertaan BPJS Kesehatan oleh Pemprov Jatim sehingga masyarakat miskin tersebut mengetahui apa yang harus dilakukan agar mereka dapat mengakses layanan kesehatan,” jelasnya.
Terakhir, kata Nuruddin, Pemprov Jatim wajib berperan aktif mengkoordinasikan dengan Pemkab/Pemkot dan Pemerintah Pusat untuk memastikan warga miskin Jatim dapat mengakses pelayanan kesehatan hingga yang bersangkutan terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dengan dibiayai oleh APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota ataupun APBN. (tis)