Menkeu Sri Mulyani dan DPD Gelar Rapat Tertutup, Bahas Apa?
JAKARTA, Nawacita – Menkeu Sri Mulyani dan DPD Gelar Rapat Tertutup, Rapat antara Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tiba-tiba berlangsung secara tertutup. Hal ini menimbulkan tanda tanya karena tidak seperti biasanya.
Anggota DPD Komite IV, Elviana mengatakan, rapat itu secara umum membahas pengelolaan APBN 2025, termasuk pemanfaatan untuk program makan bergizi gratis (MBG), efisiensi anggaran, hingga masalah Coretax.
“Enggak direspons sih setahu saya soal itu (pertanyaan Coretax dari DPD),” kata Elviana saat ditemui di sela-sela rapat Komite IV dengan Sri Mulyani di Gedung DPD, Jakarta, Selasa (18/2/2025).
Sebagai informasi, rapat kerja antara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dengan Komite IV DPD RI seketika tertutup, seusai Ketua Komite IV DPD RI Ahmad Nawardi membahas masalah potensi merosotnya penerimaan negara, Danantara, hingga belanja negara yang terdampak efisiensi anggaran sesuai Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025.
Mulanya, raker antara para senator dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani itu dinyatakan terbuka oleh Ahmad Nawardi. “Kami buka dan dinyatakan terbuka untuk umum,” kata Nawardi saat membuka rapat, Selasa (18/2/2025).
Baca Juga:Â Komisi XI DPR Minta Sri Mulyani Segera Tetapkan Efisiensi Anggaran
Namun, setelah ia menyampaikan paparan rapat pembuka terkait potensi merosotnya penerimaan negara hingga belanja kementerian lembaga yang terkena efisiensi, rapat itu seketika tertutup.

Saat menyampaikan pemaparan pembuka rapat, Nawardi sempat menyinggung masalah sistem Coretax yang terus muncul sejak diluncurkan pertama kali ke publik oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) per 1 Januari 2025.
Akibat permasalahan Coretax itu, Nawardi mengaku mendapatkan informasi bahwa Ditjen Pajak hanya bisa mengumpulkan 20 juta faktur pada Januari 2025, dari sebelumnya pada periode yang sama tahun lalu sebanyak 60 juta faktur pajak.
“Sehingga penerimaan pajak yang terkumpul, nanti bisa diklarifikasi Ibu Menteri, hanya Rp 50 triliun dari Rp 172 triliun pada tahun sebelumnya,” tegas Nawardi.
Permasalahan itu ia anggap membuat penerimaan negara akan bermasalah pada awal tahun, membuat kas negara berpotensi terganggu.
“Tentu ini membuat penerimaan negara, keuangan negara agak goyang dan K/L di awal tahun enggak punya dana menjalankan program yang sudah dirancang karena 2 bulan ini seperti tahun-tahun sebelumnya sumber anggaran negara tentu berasal dari sisa anggaran 2024 yaitu Rp 45,4 triliun,” tuturnya.
Ia juga pada kesempatan itu menyebut kehadiran Danantara yang akan diresmikan Presiden Prabowo Subianto dalam waktu dekat akan membuat kondisi penerimaan negara bermasalah.
Sebab, setoran dividen dari BUMN kelolaan Danantara yang selama ini masuk langsung ke kas negara melalui pos PNBP kekayaan negara yang dipisahkan atau KND, harus lebih dahulu dikelola oleh badan tersebut.
“Setoran dividen 65 BUMN ke negara yang ditarget Rp 90 triliun pada 2025 dari sebelumnya Rp 85,5 triliun pada 2024 dari Rp 10.402 triliun aset yang mereka kelola, jumlah ini akan masuk ke kas BPI Danantara dan dikelola menjadi investasi, dividen BUMN ini akan dikembangkan terus menerus, status Danantara inilah yang membuat perusahaan BUMN yang dikelola Danantara bukan lagi kekayaan negara yang dipisahkan sehingga tidak ada lagi yang namanya pendapatan PNBP dari BUMN tersebut,” ucapnya.
Setelah itu, Nawardi menyinggung masalah pemangkasan anggaran K/L pada kesempatan itu. Pemangkasan atau efisiensi anggaran K/L itu sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 dan Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor S37 MK.02 2025.
cnbnws.