Menteri LH Hanif Faisol Angkat Suara Soal Sepinya Bursa Karbon
JAKARTA, Nawacita – Menteri LH Hanif Faisol Angkat Suara, Menteri Lingkungan Hidup RI Hanif Faisol Nurofiq mengungkapkan perdagangan Bursa Karbon Indonesia (IDX Carbon) masih stagnan, bahkan sejak peluncuran perdagangan karbon internasional.
Menurutnya, sejak peluncuran bursa karbon Indonesia pada September 2023 lalu, perdagangan karbon domestik tidak bergerak, dan tetap stagnan sejak peluncuran perdagangan karbon secara internasional sejak 20 Januari 2025.
“Ternyata bahwa tidak sederhana itu membangun perdagangan karbon bahkan internasional,” ujar Hanif dalam segmen dialog dengan media, dikutip Sabtu (8/2/2025).
Sebab, sudah ada pasar-pasar bebas untuk para pembeli karbon yang tidak mengikuti kerangka Paris Agreement. Mereka hanya membeli karbon untuk “mengkonfirmasi” bahwa perusahaannya telah “go green.”
Baca Juga:Â Menteri LHK Resmikan Lima Persemaian Skala Besar Nasional dari Kalimantan Selatan
“Ini yang kemudian mengganggu pasar kita. Hari ini kita masih belum membolehkan mereka masuk. Karena kita ingin bahwa karbon Indonesia harus mandiri. Harus dilakukan di Indonesia. Kita tidak ingin kemudian karbon ini bernasib sama dengan komoditas yang lain. Ekspornya harus lewat negara tetangga, belinya harus lewat tetangga,” jelas Hanif.

Ia mengatakan Kementerian Lingkungan Hidup sedang menyusun langkah untuk mencegah berkurangnya sumber daya alam melalui transaksi karbon lewat negara tetangga.
Untuk perdagangan bursa karbon yang masih stagnan, Hanif memaparkan pihaknya sudah melakukan tiga langkah masif multi pendekatan. Pertama, Kementerian LH akan memperbanyak suplai dari sertifikat emisi gas rumah kaca yang ada di bursa karbon maupun di pasar karbon RI.
Kedua, Kementerian LH akan terus melakukan diskusi dengan para potential buyer untuk membeli karbon di bursa karbon Indonesia. Ketiga, menyusun tim pemasaran yang cukup kuat dengan Kementerian Keuangan.
“Jadi 3 langkah ini sedang kita kejar. Mudah-mudahan akan menggairahkan perdagangan karbon di Indonesia. Karena potensi karbon kita cukup sangat besar,” ungkap Hanif.
cnbnws.