Pengaruh Koneksi Politik terhadap Kinerja Perusahaan: Studi Empiris di Indonesia
Surabaya, Nawacita – Pengukuhan Guru Besar yang telah dilakukan oleh Universitas Airlangga selama tiga hari (3) dari tanggal 17 Desember 2024 hingga 19 Desember 2024. Dari tiga hari pengukuhan Guru Besar, Universitas Airlangga telah mengukuhkan sebanyak 16 Guru Besar di akhir tahun 2024 ini.
Salah satu dari Guru Besar itu, adalah Prof. Rahmat Setiawan yang mengambil judul Karya Keilmuan ‘Peran Koneksi Politik Dalam Mempengaruhi Kinerja Perusahaan: Sebuah Kajian Teoritis dan Empiris dalam Perspektif Ilmu Keuangan’.
“Ya saya mengambil penelitian ini Karena itu adalah sebuah fakta, praktik perusahaan di Negara yang lemah hukum untuk bertahan hidup, ya mau tidak mau harus ada koneksi Politik,” ucap Prof Setiawan saat ditemui usai pengukuhan di Rektorat Universitas Airlangga.
Hal tersebut karena, Ia melihat dari dua sisi teori, yaitu profitabilitas atau tingkat kemampuan perusahaan dan teori keagenan.
Baca Juga:Â Prof. Rahmat Setiawan Kritik Kenaikan PPN: Tanda Keputusasaan Pemerintah?
“Jika memandang melalui Teori profitabilitas pengusaha ingin mempertahankan sebuah perusahaannya ya mau tidak mau harus memiliki koneksi dengan Politik. Namun jika dipandang dari sudut teori keagenan, karena adanya campur tangan dari pihak luar perusahaan hal tersebut akan menimbulkan konflik,” jelas Prof Setiawan.
Oleh karena itu Prof Setiawan melihat bahwa, karena adanya unsur lemahnya hukum di Indonesia yang dapat diotak-atik oleh para pemangku kepentingan ini lah memicu negara Indonesia tinggi angka korupsinya. “Karena campur aduk antara korporat dan politik ini, menjadikan tatakelola hukum di Indonesia lemah, dan memihak para kepentingan, sehingga tidak memihak masyarakat,” ungkapnya.
Prof Setiawan memberikan contoh seperti pengusaha kelapa sawit atau tambang yang membutuhkan perizinan hak tanah untuk proses pengambilan Sumber Daya Alam (SDA). Oleh karena itu, mereka mendekati para pemimpin daerah dan masuk ke dalam dunia politik untuk mempermudah peraturan-peraturan demi mempercepat dan menghemat biaya administrasi atau sebagainya.
“Namun saya tidak menyarankan hal praktik tersebut dibenarkan atau tidak, namun itu sebuah fakta yang ada di lapangan,” tutupnya. (Al)