Prof. Rahmat Setiawan Kritik Kenaikan PPN: Tanda Keputusasaan Pemerintah?
Surabaya, Nawacita – Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan diberlakukan pada tahun 2025 oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia yaitu Sri Mulyani Indrawati dalam keputusan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto pada Senin (16/12/2024) tersebut menjadi polemik tersendiri.
Begini pendapat salah satu Profesor di Universitas Airlangga, Prof Rahmat Setiawan dalam menanggapi kenaikan PPN 11 persen menjadi 12 persen di tahun 2025 mendatang. “Saya menyatakan tidak setuju dalam kenaikan PPN ini yang telah menjadi keputusan Presiden Prabowo,” tegasnya saat ditemui di Gedung Rektorat Universitas Airlangga Kampus C (18/12/2024).
Hal tersebut Ia berpendapat bahwa keputusan Negara jika menaikkan PPN bentuk dari keputusasaan dan tidak kreatifnya Presiden Prabowo dalam menambah pendapatan Negara.
Baca Juga:Â Menggali Jejak Wilwatikta: Seminar dan Pameran Budaya di UNAIR
“Untuk memenuhi ambisi dalam program besar bapak Presiden seperti Makan Bergizi gratis ini memperlihatkan minusnya anggaran kita, sampai PPN dinaikkan,” ujarnya.
Setiawan mengungkapkan bahwa keputusan PPN dinaikkan itu merupakan cara terakhir agar pendapatan negara dapat terpenuhi. Namun, secara biologis dalam pergerakan ekonomi, jika barang-barang brand mahal, maka secara tidak langsung barang lain juga ikut dinaikkan harganya.
“Hingga menyentuh bahan mentah untuk produksi juga naik, entah itu barang dan jasa juga ikut naik. Jika seperti ini berpengaruh tingginya perusahaan yang bangkrut hingga angka pengangguran jadi tinggi,” papar Setiawan.
Oleh karena itu, Ia merasa bahwa keputusan tersebut merupakan keputuasaan dan cara terakhir bagi pemerintah untuk memenuhi program-program mereka hingga lima tahun kedepan. (Al)