Konflik Pulau Rempang Kini Jadi Sorotan Media Asing, Ada Apa?

Konflik Pulau Rempang Kini Jadi Sorotan
Konflik Pulau Rempang Kini Jadi Sorotan Media Asing, Ada Apa?

Konflik Pulau Rempang Kini Jadi Sorotan Media Asing, Ada Apa?

JAKARTA, Nawacita – Konflik Pulau Rempang Kini Jadi Sorotan Media Asing, Kerusuhan yang terjadi antara warga Pulau Rempang dengan pemerintah juga ikut menjadi sorotan dunia. Ada beberapa kantor berita besar yang mulai membedah mengapa konflik di pulau itu akhirnya terjadi.

Majalah yang berbasis di New York, Amerika Serikat (AS), Time, mengabarkan bahwa warga Rempang saat ini sedang berupaya untuk menolak masuknya investasi pembuatan pabrik yang dilakukan pihak produsen pasir kuarsa asal China, Xinyi Group. Mereka menyebut atas pembangunan itu, 7.500 warga terancam direlokasi.

“Konfrontasi ini menyoroti meningkatnya ketegangan antara pihak berwenang dan masyarakat lokal di seluruh Indonesia terkait sejumlah proyek infrastruktur, banyak di antaranya didanai oleh perusahaan China, yang mengancam akan menggusur masyarakat adat,” tulis media itu pada Rabu (13/9/2023).

Di Timur Tengah, media asal Qatar Al Jazeera juga membedah mengapa warga Rempang menolak investasi yang bernilai hingga ratusan triliun itu. Al Jazeera mengatakan pabrik itu dibangun di pusat perekonomian yang dijuluki Rempang Eco-City.

Baca Juga: Konglomerat Tomy Winata Diduga Terkait Kasus di Pulau Rempang Batam, Berikut Faktanya

Rempang Eco-City dijelaskan merupakan proyek gabungan antara Otoritas Zona Bebas Indonesia (BP Batam) dan perusahaan lokal, PT Makmur Elok Graha (MEG). MEG disebut telah bekerja sama dengan pihak Xinyi Group.

Konflik Pulau Rempang Kini Jadi Sorotan
Konflik Pulau Rempang Kini Jadi Sorotan Media Asing, Ada Apa?

Warga Tidak Punya Sertifikat Kepemilikan Tanah

Namun proyek ini memaksa warga yang tinggal di perkampungan tua tradisional Melayu Rempang harus direlokasi. Ini pun ditolak warga karena nilai historis masyarakat Melayu yang telah mendiami pulau itu bahkan sebelum Indonesia merdeka.

“Situasi di Rempang adalah bagian dari praktik umum yang memandang penduduk lokal sebagai penghambat pembangunan. Ini adalah cara yang secara struktural penuh kekerasan dalam mengelola masyarakat,” pungkas dosen studi politik dan keamanan di Murdoch University di Perth, Ian Murdoch.

Sementara itu, platform publikasi analisis milik think tank ISEAS-Yusof Ishak Institute, Fulcrum, menuliskan bahwa ada ketidakpastian hukum atas tanah yang menimbulkan konflik agraria ini. Ini mengacu pada pernyataan Menteri ATR Hadi Tjahjanto dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.

“Pergeseran penggunaan lahan di Pulau Rempang mencerminkan ketidakpastian peraturan mengenai penggunaan lahan di Indonesia secara umum. Menteri Agraria dan Tata Ruang Hadi Tjahjanto mengatakan, tanah yang ditempati warga tidak memiliki sertifikat kepemilikan,” tulis artikel berjudul ‘Mengapa Proyek Nasional Rempang Eco-City Batam Menjadi Kontroversi’ itu.

“Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyatakan, kejadian di Rempang yang terjadi belakangan ini disebabkan oleh keputusan pemerintah daerah dan pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang mengubah status fungsional. tanah. Ketidakpastian peraturan ini menimbulkan konflik antara masyarakat dan pemerintah,” tambahnya.

cnbnws.

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here