MK Bantah Dugaan Kebocoran Putusan Sistem Pemilu

Gedung MK
Gedung MK

MK Bantah Dugaan Kebocoran Putusan Sistem Pemilu

Jakarta, Nawacita | Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono bantah dugaan kebocoran informasi putusan perkara terkait gugatan uji materi sistem proporsional terbuka pada Undang-undang Pemilu.

Menurutnya, belum ada pembahasan dan putusan terkait judicial review yang terdaftar dengan Nomor 114/PUU-XX/2022.

Berdasarkan sidang yang berlangsung pekan lalu, Selasa (23/5/2023), Fajar bilang para pihak terkait dijadwalkan menyerahkan kesimpulan kepada Majelis Hakim Konstitusi paling lambat tanggal 31 Mei 2023 pukul 11.00 WIB.

Selanjutnya, majelis hakim mengagendakan pembahasan dan pengambilan keputusan atas perkara tersebut. Kemudian, MK menjadwalkan pengucapan putusan.

Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (Jubir MK) Fajar Laksono ditemui di Gedung MK, Jakarta (29/5/2023).
Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (Jubir MK) Fajar Laksono ditemui di Gedung MK, Jakarta (29/5/2023).

“Dibahas saja belum. Kalau putusan sudah siap, baru diagendakan sidang pengucapan putusan,” ujarnya kepada wartawan, Senin (29/5/2023).

Sebelumnya, Denny Indrayana mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM mengklaim mendapat bocoran putusan MK terkait sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.

Lewat media sosial, Denny menyebut informasi itu bersumber dari orang dalam Mahkamah Konstitusi.

Sekadar informasi, MK menerima permohonan uji materi Pasal 168 ayat (2) Undang-undang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang diajukan Demas Brian Wicaksono bersama lima orang lainnya tanggal 14 November 2022.

Baca Juga: DPR Sahkan Perppu Pemilu jadi Undang-Undang

Terkait itu, delapan dari sembilan fraksi di DPR RI yaitu Golkar, Gerindra, Demokrat, PKB, PAN, NasDem, PPP, dan PKS menolak pemberlakuan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024. Sedangkan PDI Perjuangan mendukung sistem proporsional tertutup.

Dalam sistem proporsional tertutup, calon legislatif yang terpilih bukan atas dasar perolehan suaranya. Tapi, mengacu pada perolehan suara partai politik.

Artinya, pilihan rakyat pada salah satu calon anggota legislatif bakal menjadi suara partai politik pengusung.

Lalu, partai politik yang mencapai ambang batas parlemen bakal memberikan kursi kepada calon anggota dewan berdasarkan nomor urut.

Sistem itu pernah dipakai pada Pemilu 1955, Pemilu sepanjang masa Orde Baru dan Pemilu tahun 1999. antr

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here