Pentas Virtual Sudah Jadi Jawaban dari Eksistensi Seni Pertunjukan

top banner

Jakarta | Nawacita – Pandemi corona Covid-19 tak membuat kreativitas orang terhenti. Sebelumnya, banyak orang menggelar pertunjukan seni secara langsung, tapi saat pandemi berubah menjadi pertunjukan virtual atau daring, seperti dilakukan Indonesia Kaya, sebuah ruang edutainment yang berbasiskan teknologi digital dari Indonesia.

“Kami hadir awalnya dengan konsep memutar ulang dokumentasi pertunjukan yang pernah dipentaskan sebelumnya lewat nonton Teater di Rumah Aja yang ditayangkan April–Desember 2020. Pemutaran itu untuk memberi kesempatan kepada mereka yang belum sempat menonton yang tinggal di daerah-daerah. Kami mendapat sambutan yang luar biasa dari penonton dengan angka kisaran 10 ribu hingga 30 ribu penonton,” ujar Program Manager Bakti Budaya Djarum Foundation, Billy Gamaliel kepada Liputan6.com, Jumat, 5 Februari 2021.

Billy melanjutkan, para seniman pun senang karena karyanya ditonton berkali-kali lipat dibanding dengan jumlah penonton di gedung pertunjukan. Kalau di gedung pertunjukan paling banyak jumlah penonton sekitar 1.200 orang.

Selain itu, Indonesia Kaya juga menggelar pertunjukan Musikal di Rumah Aja secara virtual. Kata Billy, pertunjukan itu memberikan inspirasi kepada pihak-pihak lain untuk menggelar pertunjukan virtual. Ia mencontohkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang juga menggelar pertunjukan virtual tentang cerita rakyat.

“Kami senang bisa memberikan inspirasi kepada orang lain. Selain itu, kami juga bisa mempekerjakan mereka di masa pandemi dengan penyegaran melalui ide yang kami usung,” tutur Billy.

Billy mengatakan tantangan menggelar pertunjukan virtual adalah meyakinkan para seniman bahwa dengan pertunjukan virtual pun bisa mendapatkan audiens. Akhirnya, mereka pun bersedia dengan antusiasme yang tinggi.

“Kami senang karena apa yang kita yakinkan kepada seniman terbukti. Sementara untuk produksi baru itu nggak gampang. Apalagi kalau pemain teater itu membutuhkan tenaga untuk membangun chemistrya, membuat suasana hidup, dan segala macam. Kalau ditanyakan teman-teman pemain, tantangannya saat proses produksi karena semuanya berlangsung virtual,” ucap lelaki yang sempat menjadi penyiar ini.

Untuk 2021, kata Billy, Indonesia Kaya tetap akan melanjutkan pertunjukan secara virtual. Berpengalaman terhadap apa yang telah dikerjakan pada 2020, Billy berharap pada 2021 pertunjukan yang yang akan dihadirkan di Indonesia Kaya menjadi lebih baik.

“Bisa lebih bagus agar bisa menarik atensi masyarakat yang lebih tinggi. Ketika sudah balik ke pertunjukan langsung, mungkin malah marketnya bisa lebih besar, bisa online dan offline. Akhirnya (kami) menyajikan hiburan yang besar juga kepada masyarakat di daerah-daerah lain. Selama ini mungkin pertunjukannya hanya di wilayah Jabodetabek atau pun Bandung saja, tapi ke depan bisa dari daerah-daerah lain, seperti dari Indonesia Timur, Sumatra, dan lain-lain,” kata Billy.

Secara terpisah, pemerhati seni pertunjukan Michael Raditya mengatakan, kreativitas memang harus dicurahkan dengan pelbagai bentuk media, terlebih di era Covid-19. Selain itu, masyarakat perlu menyaksikan pertunjukan di kala pandemi agar mengurangi tingkat stres.

“Alhasil menggelar pertunjukan secara daring tiada masalah, tetapi perlu diingat jika pertunjukan tipe tersebut punya konsekuensi logis yang juga cukup beragam, mulai dari persoalan perbedaan ruang, hingga soal liveness,” kata pengajar di Universitas Gadjah Mada ini kepada Liputan6.com, Jumat, 5 Februari 2021.

Raditya menambahkan, banyak seniman dan penonton yang mengeluhkan pertunjukan daring sebagai hal yang tanggung atau bahkan tidak tersampaikan. Atas dasar itu, banyak juga seniman yang percaya bahwa pertunjukan daring bukan format ideal untuk pertunjukan yang dihelat secara langsung.

“Lebih lanjut, orang mengeluhkan ihwal liveness pada sebuah pertunjukan apapun. Liveness dianggap tidak muncul jika pertunjukan termediasi, dalam hal ini layar,” ujarnya.

Tantangan lain seniman seni pertunjukan bernegosiasi dengan mata kamera. Dibutuhkan adaptasi dan kesadaran vokabulari digital apa saja yang bisa dimanfaatkan untuk pertunjukan mereka.

“Entah dengan interaktif, dengan teknik pengambilan gambar, dan seterusnya. Bagi saya, dengan kesadaran itu bukan tidak mungkin jika pertunjukan daring dapat menghasilkan livenessnya sendiri,” imbuhnya.

Raditya mengatakan, pertunjukan daring bisa menjadi pilihan dalam moda pertunjukan ke depan ketika covid 19 sudah angkat kaki dari tanah air. “Walau saya yakin, seniman dan pegiat seni senior lebih memilih pertunjukan live ketimbang pertunjukan daring,” kata Raditya.

Bagi Raditya, seniman muda bisa saja memberi bentuk pertunjukan yang daring atau hybrid ke depan. Ia melihat bahwa moda pertunjukan tidak lagi tunggal, tapi beragam.

“Jika di luar pertunjukan termediasi sudah banyak dilakukan. Tidak melulu daring. Ada pertunjukan langsung tapi yang ditonton mereka tapping dan buatan, semisal vocaloid di Jepang. Lain soal dengan pertunjukan lainnya, setahu saya orkestra juga ada yang menghelat pertunjukan mereka secara daring bahkan sebelum pandemi. Namun, moda pertunjukan tersebut disadari sebagai tawaran pertunjukan, bukan sebagai paksaan atau mau nggak mau seperti dampak corona ini,” paparnya.

Liputan6

 

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here