Kemenag: Kurikulum Pesantren Harus Miliki Tujuh Fungsi

Menteri Agama Fachrul Razi.
Menteri Agama Fachrul Razi.
top banner

JAKARTA, NawacitaDIREKTORAT Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama (Kemenag), menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) pemetaan model kurikulum pondok pesantren untuk tingkat Ula, Wustho, dan Ulya, di Jakarta.

Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono mengungkapkan bahwa kurikulum memegang peranan sangat penting. “Karenanya kurikulum setidaknya harus memiliki tujuh fungsi,” ungkap Waryono, dilansir dari laman resmi Kemenag, Selasa (18/8/2020).

Pertama, fungsi kesesuaian. Menurutnya, kurikulum harus memiliki kesesuaian, yaitu sesuai dengan kebutuhan, sesuai kebutuhan zaman. Misalnya fikih thaharah, meskipun kitabnya memakai kitab safinah, tapi harus sesuai dengan keadaan.

Baca Juga: Kemenag Terbitkan Protokol Kesehatan untuk Pesantren Dan Pendidikan Keagamaan

Kedua, fungsi integrasi. Menurutnya, kurikulum harus disesuaikan dengan konteksnya. Kurikulum harus bisa membantu mendekatkan pengetahuan santri dengan masyarakat. “Karena kalau kurikulum tidak bisa membantu santri mengenali kebutuhan masyarakatnya, itu akan menjadikan santri terasing dan berpotensi menjadi eksklusif,” terangnya.

Ketiga, Fungsi diferensiasi, pembeda. “Kurikulum harus mengakomodir spesialisasi keilmuan Kiai. Ini memang beda, tapi hal demikian justru bisa menjadi kekhasan pesantren,” kata dia.

Keempat, fungsi menyiapkan santri untuk bisa berkiprah dan hidup di masyarakat. Menurutnya, kurikulum harus membantu santri mempersiapkan diri sebelum terjun ke masyarakat.

Sedangkan kelima, fungsi pemilihan. Santri bisa memilih kurikulum yang disediakan pesantren yang relevan dengan dirinya. Waryono berkisah, dulu, di banyak pesantren ada banyak Kiai sehingga santri bisa milih mau ikut mengaji ke tempat kiai siapa.

Baca Juga: Kemenag Bireuen Resmikan Sistem Pelayanan Terpadu satu Pintu

Keenam, fungsi diagnostik. Kurikulum harus bisa mendiagnosa perubahan yang terjadi di masyarakat. “Pandemi ini mengajarkan kepada kita untuk lebih pintar beradaptasi dengan keadaan,” terangnya. “Karenanya kurikulum harus bisa mendiagnosa perubahan zaman agar para santri bisa beradaptasi untuk bertahan hidup,” kata Waryono.

Sedangkan ketujuh yakni fungsi dialogis. Kurikulum menurutnya harus bisa mendialekkan antara isi kitab yang ditulis pada abad 5 Hijriah dengan peristiwa yang terjadi belakangan ini.

Acara pemetaan kurikulum ini diikuti perwakilan 10 pesantren salaf yang ada di Jakarta dan Jawa Barat, serta para Kasubdit di lingkungan Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren.

oknws.

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here