Degradasi pendidikan Aceh Besar akibat kontrol sosial yang melempem

top banner

Aceh Besar, NAWACITA Disentralisasi pendidikan di Aceh Besar kiranya semakin mengerucut kepada daerah

daerah sentral di Aceh Besar seperti Ingin jaya, Darul imarah dan Sukamakmur yang secara
ekonomi dan politik termasuk kategori eksklusif. Namun dibalik daerah yang tersebut
sebelumnya ada daerah daerah di Aceh Besar yang hari ini minim atensi dari pemerintah atau
dinas terkait, katakanlah pulo aceh yang saat ini mungkin masyarakatnya sedang berdikari untuk
pendidikan dan lain hal, bahkan sebelum wabah Covid 19 menjadi kendala, pendidikan di pulo
aceh berlangsung tidak normal seperti ketidak hadiran guru di ruang kelas ditambah lagi krisis
wabah seperti ini memang tidak ada PBM (proses belajar mengajar) yang berjalan di pulo aceh,
selain pulo aceh ada juga daerah yang hari ini terkendala fasilitas dalam melaksanakan PBM
secara daring seperti lamteuba, lhoong, krueng raya dan beberapa daerah lain yang termasuk
daerah kurang di perhatikan dalam hal pendidikan.

Daerah pesisir dan pegunungan ini seharusnya menjadi indikator sukses tidaknya
penerapan sistem pendidikan di aceh besar karena melihat kultur daerah dan jalur akses
pelayanan yang sulit, bukan sebaliknya. Idealnya dinas pendidikan aceh besar hadir sebagai
lembaga pemerintah yang visioner agar peserta didik di daerah tersebut merasakan kaidah sama
rasa sama rata dalam hal pendidikan di Aceh Besar dan disinilah letak kontrol sosial yang
dibutuhkan masyarakat aceh besar.

Dalam dilema covid 19 akses pendidikan di daerah minim atensi ini terkesan statis,
kenapa demikian, akibat dinas terkait nge bug dalam hal inovatif dan implementatif. Saat ini
dinas pendidikan hanya meneruskan kebijakan dari pusat dan belum ada satupun kebijakan atau
solusi atas antisipasi terdegradasinya pendidikan di Aceh Besar, kalaupun tidak bisa
mengambil kebijakan interpersonal setidaknya menyiapkan solusi yang konsrtuktif dan
relevan dengankondisi aceh besar saat ini, karena secara realitas aceh besar dan pusat berbeda
terkait intensitas kasus covid 19, kalaupun tetap melaksanakan sistem PBM secara daring,
daerah pesisir dan pegunungan di area Aceh Besar tidak mumpuni dalam hal fasilitas seperti
jaringan internet dan media, belum lagi permasalahan minat belajar peserta didik melalui
daring, ada dua permasalahan fundamental yang penulis soroti terkait implentasi sistem PBM
secara daring bagisiswa kelas 1 sampai 4 sekolah dasar.

Pertama secara psikologi siswa masih memerlukan mentor dan tidak mungkin kita
berharap kepada orang tua karena tidak semua orang tua mempunyai waktu luang belum
lagi tuntutan ekonomi yang harus mereka penuhi, yang kedua pendidikan karakter dan
moralitas lebih di butuhkan siswa kelas 1-4 sd dan tidak mungkin di dapatkan secara daring.
Alasan dalam kondisi covid 19 ini menghambat segala aktivitas dan tidak berjalan seratus
persen sudah tabu untuk kita pahami, disini lah di butuhkan peran pemerintah untuk
menstabilitaskan kondisi sosial dan pendidikan, walaupun tidak terealisasi 100% setidaknya
50% bisa kita wujudkan. Covid 19memang berbahaya namun lebih berbahaya kalau 40 tahun
kedepan Aceh Besar di pimpin oleh generasi apatis dan pragmatis. kita sudah kalah dan
tidak siap untuk melawan covid, tapi tolong jangan jadikan ini sebagai pembenaran atas
kegagalan kebijakan pemerintahan.

Sebelumnya, penulis dan beberapa pemuda aceh besar sudah melakukan audiensi dengan
komisi v dprk aceh besar selaku leading sektor pendidikan dan turut dihadiri ketua komisi v
Bapak Muhibuddin (ucok) terkait permasalahan pendidikan serta telah menyerahkan draft
sebagai pertimbangan solusi untuk permasalahan ini agar bisa di sampaikan kepada dinas
pendidikan Aceh Besar. Dalam lampiran draft tersebut ada beberapa butir poin yang
kami sampaikan, termasuk membentuk relawan pendidikan jika memang perlu untuk
membantuproses belajar mengajar (PBM), namun sampai detik ini belum menuai hasil dan
eksistensiapapun.

Jangan jadikan gerakan pemuda ini sebagai ancaman bagi dinas terkait, kami pemuda
hanya menjalankan peran pemuda dalam amanah konstitusi, tapi ambilah ide dan gagasan yang
kami sampaikan sebagai formulasi arah langkah pendidikan Aceh Besar. Penulis berharap DPRK
Aceh Besar khususnya komisi v tetap bekerja sesuai tupoksi dan harus faham fungsi kerja dewan
sebagai lembaga pengawasan. Di lain hal dinas pendidikan aceh besar terkesan lebih preferensi
dengan nilai-nilai estetika di bandingkan nilai-nilai esensi, seyogyanya pendidikan berbicara
tentang azas manfaat maka azas keindahan akan muncul dengan sendirinya, wara wiri di media
akan jauh lebih estetik jika di barengi dengan eksekusi.

Muhammad reza rachmadhani,
Mantan ketua HMJ Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris STKIP BBG
Pemuda Aceh Besar.

Reporter : Nurul Fazri

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here