Jakarta, Nawacita — Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar terpidana kasus korupsi suap kontrak kerja sama PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih dan Johannes Budisutrisno Kotjo di persidangan terdakwa mantan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir dengan banyak pertanyaan. Pertanyaan diajukan terkait peran Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati dalam kasus suap tersebut.
Nicke diketahui ikut menghadiri sejumlah pertemuan antara Sofyan dengan Kotjo dan Eni dalam pembahasan proyek PLTU Riau-1. Saat pembahasan itu Nicke diketahui menjabat sebagai Direktur Perencanaan PT PLN.
Diketahui Sofyan, Eni, Nicke, Kotjo bertemu di hotel Fairmount, Jakarta, pada 2017 silam. Menurut Eni, dalam pertemuan itu mereka hanya berdiskusi, dan Kotjo mengutarakan keinginannya untuk menggarap proyek pembangkit listrik.
“Cuma diskusi, diskusi saja, Pak Kotjo punya hajat keinginan, belum ada ingin masuk RUPTL, kalau enggak salah, kami diskusi itu, RUPTL nya sudah ada,” kata Eni di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin (29/7).
Di dakwaan Sofyan basir, disebutkan bahwa pada pertemuan itu, Eni dan Kotjo minta agar proyek PLTU MT RIAU-1 tetap dicantumkan dalam RUPTL PT PLN (Persero) Tahun 2017 sampai dengan 2026.
Sementara itu, Kotjo mengaku dalam pertemuan di hotel Fairmount itu, pihaknya hanya ingin berdiskusi soal kelayakan dari perusahaannya, PT Samantaka Batubara untuk menggarap proyek tersebut.
“Waktu itu pembicaranya sangat general apakah Samantaka Batubara layak masih itu masih dibicarakan,” ucap Kotjo.
Sementara itu, di dakwaan Sofyan Basir, pasca-pertemuan itu, Sofyan meminta Nicke Widyawati untuk menindaklanjuti permintaan dari Eni dan Kotjo.
Dalam kasus ini, Sofyan Basir didakwa memberikan kesempatan, sarana dan keterangan agar sejumlah pihak menerima suap terkait proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
Tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi menyebutkan pihak dimaksud adalah mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni M Saragih, pengusaha Blackgold Natural, Johannes B Kotjo, dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham.
Atas perbuatannya Sofyan didakwa melakukan pidana Pasal 12 huruf a jo. Pasal 15 jo. Pasal 11 jo. Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 56 ke-2 KUHP.
cnn