Djarot Tegaskan Setiap RS di Jakarta Layani BPJS pada 2019

top banner

Jakarta, Nawacita Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menginginkan pada 2019 mendatang seluruh rumah sakit di wilayah DKI Jakarta harus melayani pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Hal tersebut terkait dengan target kesehatan cakupan semesta (universal health coverage) pada 2019, di mana seluruh masyarakat Indonesia ikut dalam program BPJS Kesehatan.

“Kami harapkan dari 2019 semuanya terkover, kan targetnya 2019 itu kita sudah sampai universal health coverage, jadi semua akan kita kover baik rumah sakit swasta maupun pemerintah,” kata Djarot di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (12/9).

Djarot menyampaikan hampir seluruh masyarakat Jakarta memiliki BPJS, termasuk masyarakat kurang mampu yang premi BPJS-nya ditanggung pemerintah provinsi (pemprov) DKI.

Pembayaran premi oleh pemprov untuk masyarakat kurang mampu tersebut, kata Djarot, juga menjadi bentuk kepedulian pemerintah kepada masyarakat.

“Pemprov sudah memberikan perhatian kepada setiap warga di Jakarta, [mengapa] kemudian rumah sakit menolaknya. Toh, mereka tetap bayar hanya ini melalui BPJS Kesehatan,” kata Djarot.

Di sisi lain, Djarot juga mengatakan akan memberikan sanksi kepada rumah sakit yang menolak pasien karena tidak mampu untuk membayar uang muka perawatan.

Pemberian sanksi tersebut, lanjutnya, akan mempertimbangkan izin dari rumah sakit tersebut.

“Izin itu ada di pemprov, dan kayak ada badan pengawas rumah sakit. Kalau ada kayak gitu terjadi paling tidak ada sanksi peringatan 1 atau 2. Tapi, kalau pelanggarannya sudah berat, bisa kita cabut izinnya,” tegas Djarot.

Polemik terkait layanan BPJS kesehatan ini kembali mencuat terpicu kasus meninggalnya Tiara Deborah Simanjorang. Bayi berusia empat bulan tersebut diduga meninggal karena lamanya penanganan dari Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres, Jakarta barat.

Pihak rumah sakit mengaku sempat tidak mengetahui bahwa putri yang dikenal publik kemudian dengan panggilan ‘Bayi Debora’ adalah pasien BPJS.

Kepala Dinas Kesehatan Pemprov DKI Jakarta Koesmedi Priharto mengungkapkan hal itu usai bertemu dengan pihak RS Mitra Keluarga, Senin (11/9).

Deborah tiba di RS Mitra Keluarga pada Minggu (10/9) pukul 03.40 WIB. Namun pihak RS baru mengetahui Debora peserta BPJS pada pukul 06.00 WIB.

Keterlambatan rumah sakit mengetahui status pasien itu membuat orangtua Debora harus mengurus administrasi syarat masuk ruang perawatan intensif untuk bayi (PICU).

Koesmedi mengatakan, dalam kondisi darurat, peserta BPJS dapat diterima semua RS termasuk Mitra Keluarga.

“Ini kesalahannya dari awal. Harusnya pasien ditanya, ‘Pembiayaannya dibayar siapa?’ Ternyata dia punya BPJS dan itu tidak terinformasi dari awal,” kata Kepala Dinas Kesehatan Pemprov DKI Jakarta Koesmedi Priharto di Gedung Dinas Kesehatan DKI, Jakarta.

Di tempat dan waktu terpisah, Direktur Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres, Fransisca Dewi P, mengatakan pihaknya tak mengetahui Deborah pasien BPJS lebih dini dengan alasan.

“Seperti diketahui setiap pasien gawat darurat itu psti akan masuk ke IGD dulu. Jadi, kami akan melakukan pertolongan pertama, [urusan] administrasi belakangan,” ujar Fransisca di lingkungan RS Mitra Keluarga Kalideres, Senin (11/9).

“Terkait dengan masalah BPJS, karena pasien ketika masuk IGD kita belum tahu. Pasien belum berhubungan dengan petugas administrasi jadi petugas belum tahu pasien menggunakan BPJS. Dan, ini baru diketahui belakangan pasien informasikan.”

cnn

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here