JAKARTA, NAWACITA – PT PLN (Persero) berhasil membukukan laba bersih Rp7,9 triliun sepanjang semester I 2016. Perolehan laba bersih ini berbanding terbalik dengan rugi bersih yang dialami perusahaan setrum negara pada enam bulan pertama di 2015 sebesar Rp10,5 triliun.
Agung Murdifi, Manajer Senior Hubungan Masyarakat PLN menjelaskan perusahaan tempatnya bekerja berhasil membukukan laba bersih berkat upaya efisiensi yang dilakukan.
Realisasi penjualan listrik PLN selama Januari – Juni 2016 yang naik Rp3,2 triliun menjadi Rp104,7 triliun dibanding periode yang sama di 2015 sebesar Rp101,5 triliun menjadi pendorong utama perolehan laba bersih tersebut.
“Pendapatan tumbuh karena naiknya volume penjualan kWh menjadi 107,2 Terra Watt hour (TWh) atau naik 7,85 persen dibanding dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 99,4 TWh,”.
Bertambahnya jumlah pelanggan setrum PLN, diyakini Agung menjadi penyebab meningkatnya penjualan listrik selama semester I 2016. Sampai akhir Juni 2016, jumlah pelanggan listrik PLN tercatat sebanyak 62,6 juta pelanggan atau bertambah 1,4 juta pelanggan.
“Bertambahnya jumlah pelanggan ini juga mendorong kenaikan rasio elektrifikasi nasional yaitu dari 88,3 persen pada Desember 2015 menjadi 89,5 persen pada Juni 2016,” kata Agung.
Seiring dengan meningkatnya produksi tenaga listrik, beban usaha perusahaan naik sebesar Rp1,9 triliun atau 1,66 persen menjadi Rp119,7 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp117,8 triliun.
Menurut Agung, penambahan beban usaha masih lebih kecil dibanding pertumbuhan pendapatan karena PLN terus melakukan program efisiensi melalui substitusi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dengan penggunaan batubara atau energi primer lain yang lebih murah.
Ia mencatat, konsumsi BBM untuk menghasilkan listrik turun 0,6 juta kiloliter (kl) sehingga pemakaian sampai dengan Juni 2016 sebesar 2,2 juta kl.
“Efisiensi terbesar terlihat dari berkurangnya biaya BBM sebesar Rp8,4 triliun sehingga pada 2016 menjadi Rp10,4 trilliun atau lebih rendah 44,52 persen dari tahun sebelumnya Rp18,8 trilliun,” kata Agung.
sumber : cnnindonesia