JAKARTA,nawacita — Presiden Joko Widodo masih menyimpan rapat nama pengganti Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. Jokowi masih menimbang secara matang agar orang nomor satu di Korps Bhayangkara yang diajukan ke DPR tidak jadi tunggangan kepentingan.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia Fadli Nasution menyatakan, pemilihan kapolri semestinya tidak perlu melalui persetujuan DPR terlebih dulu. Tujuannya, agar calon kapolri tidak dipolitisasi oleh segelintir orang di Parlemen.
“Jabatan kapolri itu hak prerogatif presiden dan dia (presiden) yang menunjuk. Tidak usah persetujuan DPR. Kalau saja pergantian kapolri ini hanya menjadi domain internal kepolisian dan presiden, ini tidak akan sulit,” kata Fadli dalam diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/6/2016).
Memang, keterlibatan DPR dalam pemilihan kapolri merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pada Pasal 11, kapolri diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan DPR.
“Saya kira Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 yang sudah berlaku selama 14 tahun itu sudah layak direvisi. Hanya, saat maju ke DPR untuk revisi, itu tak pernah dilaksanakan,” jelas Fadli.
Dalam Pasal 11 Ayat (6) Undang-Undang tentang Polri disebut, calon kapolri merupakan perwira tinggi Kepolisian yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier. Fadli mengatakan, ini penting diperhatikan. Sebab ada usulan nama calon kapolri yang mau pensiun.
“Pergantian kapolri harus sesuai UU. Jangan ambil jenderal yang sudah mau pensiun. Kemudian yang harus dilakukan presiden dalam memilih kapolri adalah (mempertimbangkan) regenerasi,” tandas Fadli
sumber: lampung post