Jakarta, Nawacita.co – Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo angkat suara ihwal gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Menurut dia, faktor eksternal yang lebih dominan membuat kurs rupiah melemah.
“Yang berperan membuat rupiah bergejolak beberapa hari ini adalah sentimen eksternal,” kata Agus saat ditemui di gedung BI, Jumat, 20 Mei 2016. Salah satu penyebabnya adalah pernyataan dari anggota Federal Open Market Committee (FOMC).
Pernyataan Agus itu merespons pelemahan nilai tukar rupiah belakangan ini. Kurs tengah BI hari ini menunjukkan rupiah di level 13.573 per dolar Amerika Serikat. Angka ini melemah dibanding kemarin Rp 13.467 per dolar Amerika. Namun kurs rupiah tersebut masih aman ketimbang asumsi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 yang mematok rupiah di level 13.900 per dolar Amerika.
Agus menjelaskan, dalam risalah rapat terlihat FOMC cukup nyaman dan optimistis menaikkan suku bunga The Fed, bank sentral Amerika. Pernyataan tersebut mengarah pada pernyataan kenaikan tingkat suku bunga The Fed pada Juni mendatang. “Hal tersebut kemudian berdampak kepada pasar di dunia,” ucapnya.
Sejumlah ekonom dan analis pasar keuangan pun senada dengan Agus. Ekonom BCA, David Sumual, menuturkan anjloknya kurs rupiah akibat reaksi dari FOMC. David menuturkan Gubernur The Fed Janet Yellen memberi pernyataan dovish atau menggambarkan situasi ekonomi yang cenderung memiliki risiko yang lebih kecil.
Pernyataan Yellen itu kemudian diinterpretasikan para pelaku pasar sebagai penundaan kenaikan tingkat suku bunga The Fed. “Namun, bila terdapat sejumlah data yang mendukung, The Fed diperkirakan akan menaikkan tingkat suku bunganya pasca-Juni mendatang,” ucap David.
Sementara itu, Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada mengatakan masih adanya sentimen dari The Fed akan mengurangi kesempatan rupiah berbalik menguat. Karena itu, laju rupiah berpotensi melemah lebih lanjut. “Tampaknya pelaku pasar terlalu berlebihan dalam menanggapi rencana kenaikan tingkat suku bunga The Fed, karena hal itu baru berupa wacana,” ucap Reza.
Hal ini membuat pelaku pasar yang awalnya tidak begitu merespons The Fed, tutur Reza, akhirnya berbalik merespons akibat The Fed memberi sinyal menaikkan tingkat suku bunganya pada Juni mendatang.
sumber : tempo.co