Eksistensi Situs Reco Lanang, Arca Buddha Tertinggi di Jawa
Mojokerto, Nawacita – Situs Reco Lanang adalah sebuah patung Budha yang terbuat dari batu, arca ini terletak di Dusun Kemlaka, Desa Trawas, Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto atau sekitar 40 kilometer jaraknya dari pusat kota Mojokerto. Meski dekat dari jalan raya, namun sebelum melihat dari dekat Reco Lanang, pengunjung harus rela jalan kaki diantara tumbuhan pakis.
Arca ini sendiri diberi nama Reco Lanang karena bentuk Budha yang diibaratkan sebuah arca laki-laki. Jika anda melihat dengan teliti, arca ini memiliki bentuk yang mirip dengan arca Budha yang ada di kawasan candi Borobudur di Jawa Tengah. Untuk tinggi arca ini adalah sekitar 5,7 meter.
Sejarah penemuan Reco lanang ini mempunyai sejarah yang sangat panjang. Arca ini diketahui ditemukan oleh Dr. Verbeek dari belanda yang kala itu dari Pesangrahan Trawas mendaki naik ke Gunung Boetak kemudian tiba ke Distrik Djaboeng tepatnya di Desa Kemlaka – Gede.
Saat melakukakan pendakian, ditengah –tengah hutan pada suatu tempat yang tiada semak belukar lagi, terdapat sebuah raksasa tertidur dalam tanah yang oleh masayarakat dengan sederhana menyebut Reco Lanang atau Buddha Akshobhnya.

Suwignyo salah satu pensiunan penjaga situs cagar budaya yang dikelolah Balai Pelestarian Kebudayaaan wilayah XI Jawa Timur menceritakan, pada waktu ditemukan Dr Verbeek posisi arca dalam kondisi terletang dipunggung, keluaraannya masih belum selesai dikerjakan, kecuali pada wajahnya dalam garis besar memberi kesan sudah selesai. Kondisi Arca Lanang waktu ditemukan sangat berlumut namun Dr. Verbeek memberi kesan agung terhadap Arca tersebut.
“patung tersebut terkesan duduk dengan telapak tangan kiri terbuka menengadah ke atas dipangkuandan telapak kanan menempel dilutut kanan, jadi Mudra Bhumisparca,” terang Suwignyo, Minggu (16/4/2023).
Kondisi kepalanya tidak lagi bersandar pada tanah, tettapi dari hasil pengukuran yang tepat dari Dr,. Verbeek dapat dibayangkan betapa kolosalnya keseluruhan patung tersebut. Menurut catatan Dr Verbeek, jarak dari ujung sampai permukaan tanah adalah setinggi 1.75 m.
Bahkan Dr Verbeek meneyebutnya Arca Lanang ini sebagai arca terbesar di Jawa. Pengukuran yang dilakukan Dr Verbeek dari kepala sampai pada lekukakan kaki adalah 5 – 4 meter, lebar lulut dari ke lutut 3 meter , lebar dada 2,58 meter, panjang wajah (tanpa hiasan kepala) adalah 1 meter dan jarak diantara mata 0,48 meter.
“setelah Dr Verbeek datang, kemudian Dr Van Hoevel berkunjung melihat keberadaan Reco Lanang pada tahun 1849 saat dia pertama kali mengunjungi Gunung Boetak, menurut catatan Dr Van Hoevel, Reco itu dianggap belum selesai karena bisa dilihat dari tangan kanannya yuang semestinya diletakkan di lutut kanan, tetetapi masih terlihat seperti bongkahan batu yang masih belum berbentuk sempurna,” terangnya.
Baca Juga: Unik, Ada Masjid Kapal Pesiar Berada di Tengah Hutan Mojokerto
Pada tahun 1854 Dr Brumund juga mengunjungi kawasan Trawas, dalam catatannya menyebut di belakang Trawas pada Gunung Boetak terdapat sebuah patung budha yang terlentang ditengah – tengah semak. Meskipun reco ini sudah berumur hampir puluhan tahun namun kondisinya saat ini masih terawat dan terjaga.
Menurut Suwignyo keberadaan Reco Lanang untuk saat ini kurang diminati pengunjung, ia mengatakan Modernisasi dan perubahan budaya dari zaman ke zaman membuat polah pikir juga akan terus mengalami perubahan, hal ini bisa diketahui dalam sepinya pengunjung ke sini juga di pengaruhi faktor tersebut.
“Sekarang udah zaman teknologi pesat dengan internet akses informasi gampang ditemukan dan sekarang sendiri selera anak muda sangat jarang berminat ke lokasi cagar budaya seperti Reco Lanang ini. Meskipun sekarang saya sudah pensiun sejak tahun 2021 dari tugas saya, namun saya berharap dikemudian hari untuk jangan sekali – sekali melupakan sejarah (Jas Merah),” tuturnya.
Tambahan informasi, lokasi Reco Lanang ini terletak di lereng Gunung Boetak dengan fasilitas yang sudah terbilang memadai untuk pengunjung. Selain dijadikan objek wisata cagar budaya, Reco Lanang juga dijadikan tempat ibadah bagi agama budha, hal ini bisa dijumpai saat ada hari – hari besar keagamaan umat budha.


