Pengamat: Analisis Kebijakan Pendidikan Dedi Mulyadi Harusnya Bukan Sekedar Masalah Anggaran
Bandung, Nawacita | Pengamat Kebijakan Publik Universitas Padjadjaran (Upad), Asep Sumaryana menilai, analisis kebijakan Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi, dalam bidang pendidikan seharusnya tidak sebatas masalah anggaran.
Menurut Asep, analisis anggaran yang dilakukan oleh Dedi Mulyadi sudah cukup bagus dan detail terkait keterbutuhan infrastruktur prioritas, khususnya di pelosok. Namun Asep menilai hal tersebut juga tidak bisa dianggap mewakili semua keterbutuhan.
“Bagus statementnya Dedi membangun ruang kelas sekolah di pinggiran-pinggiran. Pak Dedi ini kan dekat dengan masyarakat pelosok, jadi denyut nadi di pelosok, oleh dia terekam. Walaupun sebetulnya, tidak merepresentasikan kebutuhan semua,” ujar Asep saat ditemui Nawacita di kediamannya di Cipadung Kota Bandung, Jumat (24/01/2025).
Hal tersebut dikarenakan Jawa Barat memiliki budaya dan struktur sosial yang heterogen atau beragam.
“Karena Jawa Barat itu heterogen ada daerah pelosok, pinggiran perkotaan. Nah karena beliau (Dedi Mulyadi) sering blusukan seperti itu maka beliau merekam yang di pelosok,” tambahnya.
Walaupun dianggap bagus, Asep menyebut, analisis tersebut belum cukup untuk memformulasikan pengembangan pendidikan dan kesehatan di Jawa Barat.
Baca Juga: Program MBG di Kota Bandung Diperluas, Pemkot Siapkan Anggaran Rp26 M
Menurutnya, membahas tentang pendidikan harus dibarengi dengan peta konsep terkait pemerataannya. Hal tersebut dikarenakan kebijakan pendidikan bukan hanya berkaitan dengan infrastruktur, namun juga dengan kualitas dan aksesibilitasnya.
“Harus dilihat juga dari kebijakan pendidikan yang kita pakai itu kan tiga, yang pertama bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan, kedua bagaimana meningkatkan aksesibilitas dan ketiga bagaimana pemerataan infrastrukturnya,” kata Asep.
Ia juga menilai, tidak seharusnya keterbutuhan anggaran pendidikan di setiap daerah dipukul rata dengan membandingkan antara kebutuhan alat peraga dengan kebutuhan ruangan kelas seperti yang diungkapkan Dedi.
Ia mengatakan, keduanya merupakan keterbutuhan yang saling melengkapi, sehingga tidak bisa hanya diprioritaskan salah satunya.
“Jadi kalau pak Dedi bercerita bagaimana banyak sekolah yang rusak, sementara ini pembelian alat peraga misalnya gitu mungkin perlu dilihat dari sisi yang berbeda, mungkin alat peraga ini diperlukan oleh sekolah sekolah yang di kota. Tapi di pinggiran masih berbicara mengenai pemerataan infrastruktur. Aksesibilitas kan kadang-kadang mereka tempuh dengan jalan kaki,” ucap Asep.
“Semua harus digarap, bagi sekolah yang bangunannya tidak memadai, perbaiki dulu baru lengkapi yang lain, nah sekolah yang bagus kalau butuhnya alat peraga ya alat peraga gitu, sehingga alokasi anggaran untuk sekolah itu betul-betul efektif,” tambahnya.
Kendati hal tersebut, Asep juga tidak menampik bahwa pembangunan infrastruktur pendidikan di pelosok juga diperlukan untuk pemerataan.
Baca Juga: Dedi Mulyadi akan Dilantik Sebagai Gubernur Jawa Barat pada 6 Februari 2025
Asep mengungkapkan, keterbutuhan antara infrastruktur dan alat peraga kedua memiliki kesinambungan berkelanjutan, sehingga keduanya juga perlu diperhatikan.
“Nah kita berangkat dari misal kalau ada sekolah yang bangunannya rusak nah itu harus diperhatikan yang pertama. Kedua barulah dilengkapi dengan alat peraga yang ada di dalamnya,” ungkap Asep.
Maka dari itu, kata Asep, pembuatan ruang kelas yang diprioritaskan Dedi memang perlu dilakukan.
“Karena membangun sekolah di pelosok-pelosok itu penting karena itu akan menjangkau merek-mereka yang tertinggal untuk bisa menikmati pendidikan,” tambahnya.
Namun, lanjut Asep, hal tersebut dilakukan dengan tidak mengesampingkan kebutuhan alat peraga untuk sekolah di wilayah lain. Setelah ruang kelas terbangun, barulah keterbutuhan alat peraga diperhatikan.
“Nah maka dari itu proses pendidikan harus dikuatkan, salah satunya dengan membangun infrastrukturnya, sekolahnya, ruang kelasnya. Nah ketika laat peraga itu disiapkan oleh pemerintah berati itu berbasiskan kepada ruang yang perlu disiapkan. Kan kalau alat peraganya ada tapi ruangnya tidak cukup, ada kemungkinan kan tidak terpelihara, alat peraganya butuh listrik, listrinya ada enggak? Alat peraganya bagus, kalau yang memeragakannya tidak bisa kan sama aja,”
Selain memperhatikan masalah infrastruktur dan pengadaan alat peraga, Asep juga menilai analisis kebijakan Dedi dalam dunia pendidikan harus lebih dipertajam dengan memetakan bagaimana implementasi dari anggaran yang akan disalurkan.
“Nah yang harus dipertajam oleh pak Dedi ini kita harus membagi antar sekolah dan non sekolah sesuai kurikulum, ada pendidikan di masyarakat dan macam-macam. Itu artinya pendidikan sendiri dibagi antara sekolah, masyarakat dan keluarga, nah kalau begitu yang harus dipertajam itu sekolah itu tugasnya apa? Karena sekolah itu harus mencerdaskan intelektualnya, emosinya dan sosialnya,” tuturnya.
“Perlu juga disadari, bisa jadi keterjangkauan ini menjadi persoalan. Sekarang kan sudah ada tuh wajib belajar 12 tahun, nah berati tanggung jawab wajib belajar dari sembilan tahun ke 12 tahun itu ada di provinsi. Itu perlu dipetakan juga oleh anggaran yang ada jadi tidak semua bisa dijangkau juga,” tandasnya.
Terakhir, Asep juga menuturkan, keseluruhan implementasi tersebut juga harus dibarengi dengan pengawasan agar penyaluran anggaran tepat sasaran.
“tinggal bagaimana nanti dikawal, nah nanti kalau memang kebutuhan di pelosok ini kebutuhan anggarannya lebih besar untuk ruang kelas daripada alat peraga untuk sekolah di perkotaan kan tinggal dipindahkan ke sana tuh melalui nanti perubahan anggaran,” pungkasnya.
Diketahui sebelumnya Dedi Mulyadi melakukan analisis anggaran dan mengungkap adanya anggaran Jawa Barat 2025 yang tidak sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat. Ungkapn tersebut juga diunggah dalam akun tiktok pribadi miliknya.
(niko)