Surabaya, Nawacita – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengambil langkah solutif dalam penyelesaian masalah terkait Pemegang Izin Pemakaian Tanah (IPT) atau Surat Ijo.
Setelah menjadi polemik akhirnya sebanyak 39 pemegang IPT secara resmi telah menerima sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL).
Penyerahan sertifikat, berlangsung di Balai Kota Surabaya, Senin (14/10/2024). Yang disaksikan langsung perwakilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kejaksaan hingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Penjabat Sementara (PJs) Wali Kota Surabaya, Restu Novi Widiani menyampaikan bahwa langkah ini merupakan bukti konkret dari Pemkot Surabaya yang memberikan kepastian hukum kepada masyarakat pemegang IPT.
“Ini adalah momentum yang sangat dinanti oleh masyarakat, khususnya pemegang IPT, yang selama ini menantikan kejelasan atas tanah yang mereka manfaatkan,” kata PJs Restu Novi.
PJs Wali Kota juga menyatakan bahwa Pemkot Surabaya telah menindaklanjuti arahan dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN). Melalui surat nomor ΑΤ.02/2153/XII/2022 dimana arahan ini memberikan solusi melalui pemberian sertifikat HGB di atas HPL milik Pemkot Surabaya.
“Tentunya dengan tarif yang serendah-rendahnya dan jangka waktu hingga 80 tahun,” jelasnya.
Pemkot Surabaya pun telah berkoordinasi dengan BPK, KPK dan aparat penegak hukum lain untuk memastikan landasan hukum yang kuat bagi pemberian HGB di atas HPL.
Selain itu, Pemkot juga telah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Surabaya Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta Peraturan Walikota Surabaya terkait prosedur pemberian HGB di atas HPL.
“Kami juga bekerja sama dengan Kantor Pertanahan Kota Surabaya I dan II dalam proses penerbitan sertifikat HGB di atas HPL ini,” tambahnya
Menurut dia, salah satu keuntungan utama dari HGB di atas HPL adalah tarif retribusi yang lebih terjangkau. Misalnya, lahan dengan lebar jalan hingga 8 meter, tarif retribusi yang ditetapkan Rp275 per meter persegi per tahun. Sedangkan lebar jalan lebih dari 8 meter, tarif retribusi yang ditetapkan Rp550 per meter persegi per tahun.
“Selain itu, sertifikat HGB di atas HPL lebih diterima oleh lembaga keuangan sebagai jaminan karena dapat dipasang Hak Tanggungan, yang tentunya memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat pemegang HGB,” tuturnya.
Langkah tersebut disambut baik oleh warga pemegang IPT. Yang antusias mendapatkan kabar soal kejelasan hukum atas tanah yang mereka tempati. Salah satunya adalah Sampe Sasmito (78), warga Simolangit XII, Kecamatan Sawahan Surabaya.
“Saya menempati tanah di Simolangit itu dari tahun 1984. Alhamdulillah sampai hari ini bisa terbit sertifikat HGB di atas HPL,” kata Sampe Sasmito usai menerima sertifikat HGB di atas HPL di Balai Kota Surabaya.
Sampe Sasmito pun menyampaikan rasa terima kasihnya terhadap Pemkot Surabaya, sehingga kepastian hukum dan juga adanya kemudahan dalam membayar retribusi dikarenakan tarif yang lebih terjangkau.
“Saya terima kasih sekali dengan Wali Kota dan seluruh jajarannya yang bisa mensertifikatkan surat saya ini,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur, Lampri mengimbau masyarakat yang tanahnya masih berstatus Surat Ijo agar segera mengurus sertifikat HGB di atas HPL.
“Ini merupakan langkah luar biasa, pemerintah hadir untuk memberikan solusi dan kepastian hukum kepada masyarakat,” ujar Lampri.
Ia juga menegaskan bahwa sertifikat HGB di atas HPL ini berlaku selama 80 tahun, dengan pemberian secara bertahap. Mulai dari 30 tahun pertama, diperpanjang 20 tahun dan diperbarui selama 30 tahun.
“Syarat perpanjangan HGB di atas HPL tentu saja harus membayar retribusi dan mendapat rekomendasi dari pemerintah kota,” imbuh Lampri.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK, Irjen Pol Didik Agung Widjanarko menyampaikan bahwa KPK turut mengawal proses penyelesaian Surat Ijo ini.
“Kami concern untuk memastikan aset daerah ini terlindungi secara hukum dan digunakan dengan benar,” kata Irjen Pol Didik.
Ia menjelaskan bahwa selama ini pencatatan retribusi dan penggunaan tanah Surat Ijo masih belum jelas. Oleh karena itu, KPK bersama pemerintah daerah terus berupaya menata dan memperbaiki tata kelola aset daerah ini agar memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.
“Bagaimana aset daerah itu betul-betul sudah terproteksi secara hukum, kemudian digunakannya pun dengan kemanfaatan yang benar dan sebagainya. Itu kita mendorongnya dari sisi sana, makanya betul-betul kami mendampingi ini dengan proses yang sudah cukup panjang,” pungkasnya.