Surabaya, Nawacita – Dinamika politik Jawa Timur mendekati Pilkada serentak pada November nanti menarik perhatian banyak kalangan. Salah satu isu yang menarik ialah munculnya beberapa daerah di Jawa Timur yang hanya memiliki calon tunggal.
Trenggalek, Ngawi, Gresik, Kota Pasuruan dan Kota Surabaya menjadi lima daerah yang nantinya akan berpotensi melawan kotak kosong pada saat Pilkada serentak.
Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Abdi Edison, menyoroti fenomena calon tunggal menjadi tantangan besar bagi demokrasi di tingkat daerah. Potensi penurunan tingkat partisipasi pemilih di daerah-daerah yang hanya memiliki satu paslon juga mungkin terjadi.
“Ada 5 kabupaten/kota yang memiliki 1 paslon yakni Kota Surabaya, Trenggalek, Ngawi, Gresik dan Kota Pasuruan. Ini juga akan menimbulkan gerakan apatis untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Kalau penurunan partisipasi pemilih terjadi, maka akan ada preseden buruk bagi demokrasi,” katanya.
Oleh karena itu, Abdi Edison mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) di setiap tingkatan untuk terus melakukan sosialisasi agar tingkat partisipasi pemilih tidak turun, terutama di kabupaten/kota yang hanya memiliki satu paslon. Ia juga mendorong pasangan calon tunggal untuk tetap aktif berkampanye dan mengajak masyarakat datang ke TPS.
Sebab dibutuhkan partisipasi setidaknya harus mencapai 50 persen suara masyarakat apabila hanya terdapat calon tunggal yang melawan kotak kosong.
“Pasangan calon tunggal kepala daerah yang akan bertarung melawan kotak kosong dalam Pilkada 2024 harus memperoleh suara 50 persen lebih. Hal itu menjadi syarat untuk dapat ditetapkan sebagai kepala daerah terpilih,” jelasnya.
Jika calon tunggal tidak mencapai perolehan suara lebih dari 50 persen dari total jumlah pemilih, maka daerah tersebut nantinya akan dipimpin oleh penjabat sementara (Pjs). Penjabat sementara ini akan memimpin hingga pemilihan berikutnya yang dijadwalkan pada tahun 2029 atau tahun berikutnya, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 54 D Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Selain itu, Abdi Edison juga menyoroti kendala teknis yang bisa memengaruhi partisipasi pemilih, yaitu jarak rumah pemilih dengan Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang jauh.
“Dengan rata-rata pemilih di angka 500-600 tiap TPS, maka kecenderungan tidak memilih besar karena jarak rumah pemilih dengan TPS jauh,” jelasnya.
Baginya, organisasi kepemudaan memiliki peran penting dalam menggerakkan kesadaran politik di masyarakat, terutama kepada pemilih pemula agar tidak bersikap apatis dan memiliki kepedulian pada proses demokrasi.
“Menjelang Pilkada serentak pada November mendatang, organisasi kepemudaan harus ambil peran, utamanya dalam meningkatkan partisipasi pemilih pemula di Jawa Timur,” ungkap Abdi Edison saat menggelar Rapat Koordinasi bersama Repdem Surabaya dalam agenda diskusi ‘Peran Organisasi Kepemudaan dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Pemula di Pilkada 2024’, Sabtu (31/08/2024).
Abdi Edison berharap seluruh masyarakat, terutama para pemilih muda turut ambil bagian dalam pesta demokrasi, sebab para pemilih muda merupakan pilar utama demokrasi di masa mendatang.
“Demokrasi kita membutuhkan partisipasi aktif semua pihak, terutama para pemilih muda yang akan menjadi penentu masa depan bangsa ini,” pungkasnya. (Gio)