Inilah 15 Adab Ketika Buang Air dalam Islam
JAKARTA, Nawacita — Agama Islam mengajarkan umatnya di setiap aspek kehidupan, termasuk rutinitas umum yang dilakukan oleh setiap manusia, seperti buang air. Dalam buang air, Islam mengajarkan umatnya untuk selalu mengedepankan aspek kebersihan dan kesucian.
Dikutip dari buku Ringkasan Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq karya Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al Faifi, disebutkan, ada 15 adab buang air dalam Islam yang harus diperhatikan.
1. Tidak membawa sesuatu yang bertuliskan nama Allah, kecuali bila ia khawatir benda itu akan hilang bila tidak dibawa. Ini berdasarkan hadits Anas, ia berkata, “Nabi mengenakan cincin berukir tulisan ‘Muhammad Rasulullah’. Jika masuk tempat buang air, beliau meletakkannya.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, At-Tirmidzi, dan AnNasa’i).
Al-Hafizh berkata, “Hadits tersebut ma’lul.” Abu Dawud berkata, “Hadits tersebut mungkar dan bagian pertamanya shahih. Sementara bagian hadits kedua, ‘Jika masuk tempat buang hajat, beliau meletakkan’ adalah lemah.
2. Menjauh dan menutupi diri dari pandangan manusia. Apalagi jika sedang buang air besar, agar suara saat buang air tidak didengar, atau baunya tidak tercium. Ini berdasarkan hadits Jabir, ia berkata, “Kami keluar dalam sebuah perjalanan bersama Rasulullah maka tidaklah beliau masuk ke dalam tempat buang air besar, kecuali menjauh dan tidak terlihat oleh siapa pun.” (HR. Ibnu Majah).
3. Membaca basmalah dan isti’adzah dengan suara keras ketika hendak memasuki tempat buang air dan ketika menyingsingkan (membuka) pakaian jika buang air di tempat terbuka dan jauh dari manusia. Ini berdasarkan hadits Anas ia berkata, “Adalah Nabi apabila ingin masuk WC beliau berkata,
“Dengan nama Allah, ya Allah sesungguhnya saya berlindung dengan-Mu dari kejahatan setan laki-laki dan setan perempuan.” (HR. Al-Jamaah).
4. Tidak berbicara secara mutlak saat buang air, baik berupa dzikir atau lainnya. Tidak boleh menjawab salam, menjawab adzan, kecuali jika harus menuntun atau mengarahkan (seperti orang buta) yang dikhawatirkan akan jatuh atau terperosok. Jika seseorang bersin saat buang air, maka ia membaca hamdalah dalam hatinya dan tidak menggerakkan lisannya.
Hal ini berdasarkan hadits, “Seorang laki-laki melewati Nabi yang sedang buang air kecil, maka lelaki mengucapkan salam, namun beliau tidak menjawabnya.” (HR. Al-Jamaah, kecuali Al-Bukhari).
5. Menghormati kiblat dengan tidak menghadap ke arahnya atau membelakanginya. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah bersabda,
“Jika salah seorang di antara kalian duduk buang air, maka hendaklah ia tidak menghadap kiblat dan tidak pula membelakanginya.” (HR. Ahmad dan Muslim). Larangan ini dimaknai bersifat makruh dilakukan berdasarkan hadits lain dari Ibnu Umar ia berkata, “Saya pernah menaiki rumah Hafshah karena suatu keperluan, maka aku melihat (secara tidak sengaja) Rasulullah sedang buang hajat menghadap Syam dan membelakangi Ka’bah.” (HR. Al-Jamaah).
Dalam sebuah penafsiran mengkompromi kedua hadits itu, bahwa pengharaman menghadap kiblat ini berlaku di tanah terbuka dan dibolehkan di dalam ruang tertutup.
6. Mencari tempat yang gembur dan landai sehingga dia tidak terkena najis (dari percikan air kencing).
7. Menghindari buang air di lubang karena bisa mengganggu binatang yang hidup di tanah.
8. Menghindari buang air ditempat berteduh, jalan, atau tempat berkumpulnya manusia. Hal ini berdasarkan hadits abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, “Hindarilah dua hal yang menyebabkan terlaknat!” Beliau ditanya apakah dua hal yang menyebabkan terlaknat itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab, “Yang buang hajat di jalanan yang digunakan manusia atau tempat berteduh mereka.” (HR. Ahmad, Muslim dan Abu Dawud).
9. Tidak kencing di kolam air (untuk mandi), di air diam, atau mengalir. Hal ini berdasarkan hadits dari Abdullah bin Mughaffal bahwa Rasulullah bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian kencing di kolam tempat mandinya.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, An-Nasa’i, dan Ahmad). Jika tempat mandinya di air bah (mengalir deras), maka tidak mengapa kencing di sana.
10. Tidak boleh kencing sambil berdiri, karena hal itu bertentangan dengan etika kesopanan dan kebiasaan baik, serta menyebabkan cipratan najis.
Jika dijamin tidak ada terciprat najis, maka boleh sambil berdiri. Imam An-Nawawi berkata, “Kencing dalam keadaan duduk lebih aku senangi, namun kencing berdiri dibolehkan. Semuanya ada dalilnya yang kuat dari Nabi.”
11. Membersihkan dua jalan najis (kemaluan dan anus), setelah buang air, dengan batu atau benda padat suci tidak dilarang. Atau cukup menghilangkan najis itu dengan air, atau sekaligus batu dan air. Hal ini berdasarkan hadits dari Aisyah bahwa Nabi bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian pergi ke tempat buang air (toilet), maka hendaklah ia membersihkan (kemaluan atau anusnya) dengan tiga batu karena itu sudah mencukupi.” (HR. Ahmad dan lainnya. Dari Anas, “Bahwa Rasulullah masuk ke tempat buang hajat, lalu aku membawakan seember air bersama seorang anak lain sepertiku, maka beliau istinja’ (bersuci) dengan air itu.” (Muttafaq ‘Alaih).
12. Tidak istinja’ dengan tangan kanan demi menghormatinya dari bersentuhan dengan kotoran. Hal ini berdasarkan hadits Abdurrahman bin Zaid, dia berkata, “Salman (Al-Farisi) ditanya: ‘Nabi kalian telah mengajarkan kepada kalian bahkan sampai masalah buang hajat.’ Salman menjawab, ‘Benar, Nabi melarang kami menghadap Kiblat saat buang air besar atau kencing, melarang istinja’ (membersihkan kemaluan atau anus) dengan tangan kanan, melarang istinja’ dengan batu kurang dari 3 buah, dan agar tidak boleh istinja’ dengan kotoran (kering) atau tulang.” (HR. Muslim).
13. Membersihkan tangan setelah istinja’ dengan sabun, atau menggosokkan di atas tanah dan semisalnya. Hal itu dilakukan agar bekas najis dan bau kotoran hilang, berdasarkan hadits Abu Hurairah, ia berkata, “Bahwa Nabi saw datang ke tempat buang hajat, saya membawakan untuknya air di wadah, lalu beliau beristinja’, kemudian menggosok tangannya ke tanah.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i).
14. Memercikkan air di kemaluannya setelah kencing, untuk menghilangkan was-was dalam dirinya. Hal ini berdasarkan hadits Jabir, dia berkata, “Jika Rasulullah berwudlu beliau memercikkan air di kemaluannya,” (HR Ibnu Majah)
15. Mendahulukan kaki kiri ketika masuk ke tempat buang air (toilet) jika keluar mendahulukan kaki kanan, kemudian berdoa Ghufronaka (berikan ampunanMu kepada kami)