Presiden Jokowi: 22 Negara Setop Ekspor Pangan
Jakarta, Nawacita | Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuturkan 22 negara setop ekspor pangan sehingga berpotensi kerek harga pangan. Hal itu dikarenakan perang Ukraina-Rusia telah berdampak terhadap kondisi pangan global.
Presiden Jokowi mengungkapkan sejumlah faktor yang mengancam pasokan pangan. Pertama, ancaman perubahan iklim sangat terasa nyata dan dirasakan kehidupan sehari-hari. Ini yang ditunjukkan dari kenaikan suhu bumi, kekeringan, kemarau panjang sehingga menyebabkan gagal pangan dan panen.
Jokowi mengatakan, super El Nino yang terjadi di tujuh provinsi di Indonesia mempengaruhi pasokan pangan kepada masyarakat Indonesia. Kedua, geopolitik dunia yang berpengaruh terhadap pasokan pangan dunia. Hal ini seiring perang Ukraina-Rusia membuat distribusi gandum terhambat. Apalagi dua negara ini pemasok gandum terbesar di dunia.
“Gandum kita impor 11 juta ton. Hampir 30 persen dari Ukraina dan Rusia. Karena di sana produsen gandum terbesar di dunia, saat bertemu dengan Presiden Zelenskyy, diceritakan ada stok 77 juta ton (gandum-red) berhenti di Ukraina karena perang. Masuk ke Rusia bertemu Presiden Putin, dia cerita 130 juta ton tak bisa ekspor karena keamanan laut. Artinya dari dua negara itu, tak bisa keluar gandumnya ada 207 juta ton,” ujar dia saat Rapat Kerja Nasional PDIP, Jumat (29/9/2023).

Ia menambahkan, stok gandum yang tertahan itu membuat kekurangan bahan pangan di Afrika, Asia, dan Eropa.
“Kekurangan pangan betul-betul nyata dan terjadi. Harga naik drastis. Baca berita di satu negara maju Eropa, anak sekolah banyak yang sudah tidak sarapan pagi. Sudah tidak sarapan pagi karena kekurangan bahan pangan karena mahalnya bahan pangan,” tutur dia.
Faktor ketiga yang menyebabkan kenaikan harga pangan seiring sejumlah negara yang hentikan ekspor bahan pangan.
“Ketiga sebabkan pangan semakin naik harganya adalah 19 negara sudah ekspor pangan. Bukan 19 lagi, 22 negara tak mau ekspor bahan pangan termasuk di dalamnya beras,” ujar dia.
Jokowi menuturkan, Uganda, India, Rusa, Bangladesh, Pakistan dan Myanmar tak ekspor pangan. Kalau hal itu terus terjadi, Jokowi menuturkan, semua harga bahan pokok akan naik.
“Kalau diteruskan semua harga bahan pokok akan naik,” ujar dia.
Sebelumnya, Thailand berencana untuk mengurangi pengiriman ekspor beras hingga gula untuk mengamankan pasokan dalam negeri. Menyusul, potensi ancaman kekeringan atau kemarau dalam kurun waktu yang lama.
“Thailand sedang mempersiapkan rencana darurat untuk menghadapi potensi kekeringan yang dapat berlangsung bertahun-tahun dan mengurangi pasokan (ekspor) gula dan beras global,” tulis The Straits Times dikutip di Jakarta, Selasa (22/8).
Pembatasan ekspor ini tentu saja akan membuat harga beras hingga gula di kawasan Asia Tenggara (Asean) menjadi lebih mahal. Mengingat, Thailand merupakan salah satu negara pengekspor berasa terbesar di dunia maupun untuk kawasan Asean.
“Kekeringan pasti akan memicu inflasi di negara Asia Tenggara ini karena harga sayur-sayuran, makanan segar dan daging menjadi lebih mahal karena berkurangnya hasil panen dan harga pakan ternak yang lebih mahal,” ungkap The Straits Times.
Baca Juga: Mentan Lepas Ekspor Mangga Gedong Gincu dan Ayam KUB ke 2 Negara
Dilaporkan, curah hujan di seluruh wilayah Thailand hanya mencapai 10 persen atau di bawah rata-rata pada musim hujan. Fenomena ini diakibatkan oleh El Nino yang menurunkan curah hujan lebih jauh lagi selama dua tahun ke depan, menurut pejabat pemerintah.
“Thailand akan menghadapi kondisi kekeringan yang meluas mulai awal 2024, pihak berwenang telah memperingatkan,” ungkap media asal Singapura tersebut.
Akibat prospek ancaman kekeringan ini, membuat pihak Pemerintah Thailand meminta para petani membatasi penanaman padi hanya pada satu tanaman saja untuk menghemat air. Di sisi lain, produsen gula mengalami penurunan produksi untuk pertama kalinya dalam tiga tahun.
Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha telah meminta perusahaan listrik milik negara, Otoritas Pembangkit Listrik, dan Kantor Sumber Daya Air Nasional untuk membantu menyusun rencana darurat untuk menghemat air. Sejauh ini pada tahun 2023, curah hujan di negara ini telah turun 28 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2022, menurut data resmi. lptn6