China Borong Minyak Sawit Indonesia, Ekspor CPO RI Konsisten Naik
JAKARTA, Nawacita – China Borong Minyak Sawit Indonesia, Tiongkok berencana meningkatkan pembelian minyak sawit dari Indonesia hingga mencapai 8 juta ton, sejalan dengan pemulihan aktivitas ekonomi di negara tersebut.
Ketika wabah Covid-19 melanda pada tahun 2020, impor minyak sawit dari Indonesia oleh Tiongkok hanya mencapai angka 6 juta ton. Sejak tahun 2019, Tiongkok telah menjadi mitra utama dalam pembelian minyak sawit nasional, menggeser posisi India yang mendominasi pada tahun 2018.
Menurut Eddy Martono, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), meskipun pemerintah Indonesia dan pelaku usaha tengah mencari peluang di pasar nontradisional, ekspor minyak sawit ke Tiongkok tetap menunjukkan kecenderungan peningkatan.
Permintaan akan minyak nabati, terutama minyak sawit, naik seiring pulihnya ekonomi Tiongkok setelah dampak pandemi Covid-19.
“Eksportasi ke Tiongkok sebelum Covid-19 mencapai sekitar 8 juta ton. Baru-baru ini, saya berbicara dengan pihak Tiongkok, mereka meminta tambahan lagi. Selama masa pandemi, angka ini hanya mencapai 6 juta ton.”
“Tahun ini diharapkan akan naik sedikit menjadi 7 juta ton, dan di tahun depan diperkirakan akan mencapai 8 juta ton, bahkan mungkin lebih. Namun, kami bersama pemerintah masih terus mencari peluang di pasar baru nontradisional,” ujar Eddy dalam suatu diskusi mengenai industri kelapa sawit.
Menurut data Gapki, ekspor minyak sawit nasional pada periode Januari-Juni 2023 mencapai 16,31 juta ton, mengalami peningkatan sebesar 35,49% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu sekitar 12,04 juta ton.
Tiongkok Jadi Pembeli Nomor Satu Minyak Sawit RI Sejak 2019
Kenaikan ini terjadi karena adanya peningkatan permintaan dari Tiongkok dan negara-negara Asia Selatan seperti India, Pakistan, dan Bangladesh. “Permintaan ekspor ke Tiongkok dan Asia Selatan meningkat tajam setelah mengalami penurunan dalam beberapa bulan terakhir,” demikian disebutkan dalam laporan Gapki.
Baca Juga: Mendag: Indonesia Siap Tambah Suplai Ekspor CPO ke India
Dari segi nilai, total ekspor minyak sawit pada Januari-Juni 2023 mencapai angka US$ 14,6 miliar, mengalami penurunan sebesar 17,18% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yang mencapai US$ 17,63 miliar. Penurunan nilai ekspor ini dipengaruhi oleh rendahnya harga minyak sawit mentah (CPO).

Harga CPO di pasar internasional memang terus menunjukkan tren penurunan. Harga CPO CIF Rotterdam pada 2022 untuk Juli masih US$ 1.203 per ton, Agustus US$ 1.095 per ton, September US$ 1.048 per ton, Oktober US$ 1.043 per ton, November US$ 1.099 per ton, dan Desember US$ 1.035 per ton.
Lalu, harga pada 2023 untuk Januari US$ 1.024 per ton, Februari US$ 997 per ton, Maret US$ 1.031 per ton, April US$ 1.025 per ton, Mei US$ 940 per ton, dan Juni US$ 905 per ton.
Penurunan serupa juga terjadi pada minyak nabati lain, seperti minyak bunga matahari (sunoil) yang pada Juni 2023 hanya US$ 923 per ton.
Paparan itu juga menyebutkan, Tiongkok menjadi pembeli nomor satu minyak sawit RI sejak 2019, impor sawit Tiongkok dari Indonesia pada 2019 mencapai 8,15 juta ton, pada 2020 sebesar 6,17 juta ton, pada 2021 mencapai 6,65 juta ton, pada 2022 sebesar 6,35 juta ton, dan Januari-Juni 2023 sebesar 3,35 juta ton.
Ekspor sawit nasional ke Tiongkok pada 2017 sempat hanya 4,6 juta ton atau di bawah India (7,79 juta ton) dan Uni Eropa (5,54 juta ton), pada 2018 sebesar 6,26 juta ton atau di bawah India (6,98 juta ton).
Ekspor Sawit Indonesia Konsisten Naik
Berdasarkan perkembangan tahunan ekspor sawit Indonesia ke beberapa negara (2017-2022), ekspor ke Uni Eropa konsisten turun, ke Tiongkok dan India bertahan tinggi, serta ke Pakistan dan Amerika konsisten naik.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono menuturkan, Gapki optimistis produksi minyak sawit RI akan terjaga. Hal itu salah satunya diupayakan dengan mendorong para pengusaha perkebunan sawit besar melakukan peremajaan tanaman (replanting).
Peremajaan itu menjadi penting karena produksi CPO dan minyak kernel (palm kernel oil/PKO) dalam negeri menunjukkan tren penurunan.
Merujuk data Gapki, produksi CPO dan PKO Indonesia pada 2019 masih 51,82 juta ton. Pada 2020, turun menjadi 51,58 juta ton dan merosot lagi ke 51,3 juta ton pada 2021. Sepanjang tahun lalu, produksi kedua produk itu 51,24 juta ton. Gapki senantiasa mengimbau pengusaha sawit dalam Gapki meremajakan tanaman tua.
“Kami selalu menginformasikan ke mereka mengenai upaya-upaya meningkatkan produktivitas,” ujar Mukti.
Peremajaan di perkebunan besar idealnya dilakukan 4-5% dari total tanaman yang ada. Langkah itu harus menggunakan kloning bibit unggul agar produktivitasnya lebih baik dari tanaman yang sudah ada.
“Perusahaan besar sendiri, mengingatkan replanting itu otomatis kok. Tidak diingatkan pun, perkebunan besar mesti (peremajaan). Karena mereka enggak mau produksinya ke depan turun. Kalau tanaman masuk usia tua ya diremajakan,” tegas Mukti.
Sebenarnya, penurunan produksi sawit tak melulu karena tanaman yang tua dan tidak produktif, tapi juga ada peran iklim dan kemampuan finansial untuk peremajaan tanaman.
“Kalau upaya peningkatan produktivitas pasti setiap perkebunan besar punya trik tersendiri,” kata dia. Produksi minyak sawit nasional pada Januari-Juni 2023 mencapai 27,29 juta ton atau naik 16,15% dibanding periode sama tahun sebelumnya 23,5 juta ton.
Produksi semester I-2023 itu terdiri atas CPO 24,89 juta ton dan PKO 2,39 juta ton, produksi tertinggi terjadi pada Mei 2023 sebesar 5,08 juta ton.
whnnws.