Berusia 400 Tahun, Inilah Kitab Tasawuf Milik Pondok Pesantren di Mojokerto
Mojokerto, Nawacita – Pesantren (Ponpes) As – Sholichiyah yang berlokasi di Lingkungan Penarip, Kranggan, Kota Mojokerto ternyata menyimpan koleksi kitab kuno yang umurnya mencapai 400 tahun.
Sebagai salah satu pesantren tertua di Mojokerto yang didirikan oleh KH Muhammad Ilyas yang berasal dari Pekalongan pada tahun 1870. Koleksi kitab diketahui ada enam yang tersimpan di rapih didalam almari. Agar tidak rusak, kitab-kitab warisan KH Muhammad Ilyas itu disimpan dalam almari kaca gelap berukuran 150 x 70 cm di kediaman alm KH Rofii Ismail, cucu KH Muhammad Ilyas.
Karena berumur ratusan tahun, kumpulan kitab itu tampak usang dan bagian tepinya nampak bekas dimakan hewan. Meski demikian, warna tinta kitab tulisan tangan dengan abjad Arab Pegon itu nampak cukup jelas. Koleksi kitab kuno milik alm KH Rofii yang masih tersisa terdiri dari beberapa jenis.
Mulai dari mushaf Al-Qur’an tulisan tangan KH Muhammad Ilyas, satu kitab dengan empat judul yang membahas tentang tasawuf, bahkan koleksi kitab tashrifan atau kitab tentang ilmu saraf kuno yang dikenal dengan Tashrifan Sono disertai manuskrip tahlil. Kitab Tashrifan Sono sendiri mengacu pada metode belajar bahasa Arab yang dipakai oleh Ponpes Sono Sidoarjo.

“Dulunya kitab kitab koleksi Abah saya (alm KH Rofii Ismail) dulu sangat banyak. Namun karena bencana banjir yang sempat melanda 2004 lalu, sementara hanya koleksi ini yang masih bisa diselamatkan,” terang Muhammad Ilyasin, putra kedua alm KH Rofii Ismail selaku pengasuh Ponpes As-Sholichiyah, Selasa (4/4/2023).
Ilyasin menambahkan, Tashrifan yang jarang dikaji yaitu Tashrifan Sono soalnya yang umum tashrifan yang banyak dikaji itu karangan dari Kyai Ma’shum. Bahkan tersimpan juga tulisan tentang urutan tahlil mulai awal hingga akhir, lengkap dengan doanya juga.
“Bahkan pernah sering beberapa dosen dan mahasiswa memakai koleksi manuskrip kuno milik alm KH Rofii sebagai bahan penelitian akademis. Dari situ, menurut mereka kitab-kitab kuno itu mempunyai usia sekitar 400 tahun,” ucap Ilyas alumni Universitas Negeri Malang itu.
Pernah mengajukan permintaan Agara koleksi kitab – kitab itu untuk dipajang di museum Kota, namun Ilyasin menolaknya karena koleksi kitab tersebut menjadi wasiat mendiang orang tuanya agar dijaga dan dirawat.
Baca Juga: Petilasan Gajah Mada Jabung Mojokerto, Diyakini Sebagai Tempat Simedi Sang Mahapatih
“Untuk melestarikan peninggalan bersejarah itu, perwakilan dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan kota Mojokerto sempat melakukan kerja sama digitalisasi naskah-naskah kuno tersebut,” ujarnya.
Sayangnya, koleksi kitab-kitab kuno itu belum mendapat perlakuan khusus agar terhindar dari kerusakan dan lapuk. “Sempat dibantu digitalisasi oleh Dinas Kearsipan Kota Mojokerto. Bahkan ditawari buat dipajang di museum. Tapi ini kan wasiat dari Abah. Jadi saya wajib merawatnya,” kata Ilyasin.
Ilyasin mengaku hanya menjaganya agar tidak terkena tangan demi menjaga keutuhan kertas dari kitab-kitab kuno tersebut. Sementara ini yang bisa saya lakukan. Saya dapat wasiat agar kitabnya jangan sampai kena tangan, untuk menjaga kertasnya.