BPCB Jawa Timur Berubah Menjadi Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK)
Mojokerto, Nawacita – Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Jawa Timur yang berkantor di Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto berubah nama menjadi Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) wilayah XI Jawa Timur sejak tahun 2023.
Perubahan tersebut berdasarkan terbitnya Permendikbudristek No. 33 tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kelola Balai Pelestarian Kebudayaan pada bulan Juli 2022, segera ditindaklanjuti dengan penataan organisasi Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berada di bawah Direktorat Jenderat Kebudayaan khususnya organisasi yang melaksanakan pelestarian kebudayaan.
Balai Pelestarian Kebudayaan mempunyai tugas melaksanakan pelestarian cagar budaya dan objek pemajuan kebudayaan. Adapun fungsi yang diemban adalah melaksanakan pelindungan cagar budaya, fasillitasi pemanfaatan cagar budaya dan objek pemajuan kebudayaan, melaksanakan kemitraan di bidang pelestarian cagar budaya, melaksanakan pendataan dan pendokumentasian cagar budaya, melaksanakan pemantauan dan evaluasi serta urusan ketatausahaan.

Kepala BPK Wilayah XI Jawa Timur Endah Budi Heryani menjelaskan, Perubahan nomenklatur Ditjen Kebudayaan, baik di pusat maupun UPT di daerah merupakan salah satu langkah strategis dalam pemajuan kebudayaan dimana dalam hal ini Direktorat Jenderal Kebudayaan berupaya mensinkronkan pembentukan satuan kerjanya yang disesuaikan dengan proses pemajuan Kebudayaan.
“Bentuk pemajuan kebudayaan meliputi, Pelindungan, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan seperti tertuang dalam Undang Undang No 5 Tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan,” jelas Endah saat dikonfirmasi, Jum’at (31/4/2023)
Perubahan Nomenklatur UPT Direktorat Jenderal Kebudayaan menjadi Balai Pelestarian Kebudayaan, ini memudahkan dalam pelaksanaan dilapangan yaitu dalam proses pelestarian cagar budaya dan pemajuan kebudayaan.
Baca Juga: Musrenbang RKPD Kabupaten Mojokerto 2024, Prioritaskan Empat Program
“Perubahan ini akan memudahkan dalam pelaksanaan pelindungan ODCB dan CB kita bisa memasukkan unsur-unsur OPK, seperti teknologi tradisionalnya, pengetahuan tradisionalnya, ritusnya, adat istiadat, manuskripnya nya dalam penjelasan ataupun pelaksanaan kegiatan, sehingga ODCB dan CB tersebut tidak hanya berdiri sendiri namun ada banyak cerita yang melingkupinya. Selain itu, juga memudahkan pemerintah daerah dalam berkoordinasi,” ucapnya.
Terbentuknya BPK diharapkan kerja bersama membangun sinergitas dengan para pemangku kepentingan dalam bidang kebudayaan bisa lebih erat serta tata kelola pelestarian dan pemajuan kebudayaan dapat lebih optimal dilakukan. Penataan organisasi ini tentu memerlukan waktu yang tidak sebentar, bertahap, berkelanjutan untuk sampai pada tahap yang optimal.
“Harapan kami dengan adanya Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) ini pelaksanaan pelestarian Cagar Budaya dan pemajuan kebudayaan menjadi lebih efektif, efisien, dan masif,” pungkasnya.