Mengenal Sejarah Kasta di Bali, Jenis serta Nama Khasnya

Sejarah Kasta di Bali
Mengenal Sejarah Kasta di Bali, Jenis serta Nama Khasnya

Sejarah Kasta di Bali, Ciri-Ciri dan Arti Nama Orang Bali

JAKARTA, Nawacita – Mengenal sejarah kasta di Bali, Kepopuleran Bali sebagai tujuan wisata dunia tidak hanya karena pesona alamnya yang indah, tetapi berbagai hal menarik diluar objek wisata yang ditawarkan ikut mendongkrak popularitas pariwisata Bali di mata wisatawan, seperti berbagai budaya warga lokal, adat serta tradisi unik yang ditawarkan.

Semua yang ada seolah saling melengkapi, menyuguhkan satu hal yang menarik untuk dinikmati. Salah satu budaya dan keunikannya adalah nama orang Bali, jika anda datang ke Bali sebagian besar mengenalkan nama mereka dengan nama Wayan, Made, Nyoman dan Ketut.

Itulah nama-nama ciri khas orang Bali, tetapi masih ada lagi nama-nama lainnya, yang merujuk dengan keberadaan kasta di pulau ini, istilah kasta yang diwariskan oleh leluhur orang-orang Bali adalah salah satu warisan budaya dan tradisi yang masih berkembang baik sampai sekarang ini.

Dengan penamaan khas Bali ini, maka masyarakat bisa mengetahui urutan kelahiran dalam sebuah keluarga ataupun kasta dari seseorang. Nama orang Bali dengan sistem Kasta ini memang cukup menarik untuk diketahui.

Jenis-Jenis Kasta di Bali dan Nama Khasnya

Sistem kasta merupakan salah satu warisan leluhur yang digunakan untuk menunjukkan status sosial seseorang. Meskipun masyarakat Bali modern cenderung lebih fleksibel dalam menyikapinya, sistem ini masih tetap dipertahankan terutama dalam acara tertentu seperti pernikahan dan upacara adat.

Kasta bersifat turun temurun, yang berarti gelar kebangsawanan diwariskan kepada anak cucu. Tujuannya adalah agar mereka mengingat keistimewaan leluhur, meskipun saat ini mereka tidak lagi menduduki profesi sesuai dengan kasta yang disandang.

Berikut 4 jenis kasta yang ada di Bali:

Brahmana

Brahmana merupakan kasta tertinggi dalam tatanan masyarakat Bali. Pada zaman dahulu, hanya pemuka agama beserta keluarganya yang berada di kasta ini. Orang-orang dengan kasta Brahmana tinggal di kompleks hunian bernama griya yang diwariskan secara tur temurun.

Saat ini tidak semua keturunan kasta Brahmana menjabat sebagai pemuka agama. Beberapa orang menjalani profesi di bidang lainnya. Keturunan kasta ini biasanya menggunakan gelar Ida Bagus (laki-laki) dan Ida Ayu (perempuan).

Ksatria

Kasta ini biasa diisi oleh bangsawan yang merupakan anggota kerajaan. Di masa lalu, keturunan kasta ksatria tinggal di area tertentu, seperti puri yang diwariskan oleh para leluhur. Namun, saat ini banyak anggota kasta ksatria yang tinggal di tempat lain dengan profesi beragam.

Gelar yang digunakan oleh keturunan kasta ksatria cukup banyak, seperti Cokorda yang disingkat Cok, Anak Agung yang disingkat Gung, dan Desak. Beberapa anggota kasta juga menggunakan nama Dewa (laki-laki) atau Dewa Ayu (perempuan).

Waisya

Waisya merupakan kasta para pedagang atau orang yang berkecimpung dalam bidang industri. Namun, saat ini anggota kasta waisya telah memasuki berbagai profesi di lintas bidang. Gelar yang sering digunakan oleh keturunan waisya adalah Ngakan, Kompyang, Sang, dan Si.

Sudra

Sudra adalah kasta terendah dalam masyarakat Bali. Keturunan kasta ini tidak mempunyai gelar, namun mereka mengacu pada urutan kelahiran dalam pemberian nama kepada anak. Misalnya Wayan untuk anak pertama, Made untuk anak kedua, dan Nyoman untuk anak ketiga.

Baca Juga: Mengenal Sejarah Friday the 13th, Kesialan atau Keberuntungan

Sejarah Kasta di Bali

Kasta pertama kali ditemukan di Indonesia pada akhir abad ke-14 di zaman akhir kerajaan Hindu Majapahit. Hal ini membuktikan bahwa kasta baru dikenal setelah kerajaan tersebut runtuh. Bukti yang menguatkan adalah Patih Gajah Mada lahir dari keluarga yang bukan brahmana atau ksatria.

Mengenal Sejarah Kasta di Bali, Jenis serta Nama Khasnya.

Bukti lainnya adalah Damar Wulan yang merupakan penggembala kuda bisa menjadi rasa di Majapahit dan mengubah nama menjadi Brawijaya. Tidak hanya itu, Mpu Sendok yang seorang brahmana juga mempunyai anak yang menjadi ksatria.

Sejarah kasta di Bali dimulai ketika daerah tersebut masih terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil. Belanda mempraktekkan sistem kasta dengan nama yang diambil dari ajaran Catur Warna untuk memecah belah masyarakat.

Karena hal ini, masyarakat etnis Bali menjadi bingung dalam membedakan ajaran Catur Warna dan kasta. Kesalahpahaman terus berkembang dan dibiarkan begitu saja oleh orang-orang yang dianggap mempunyai kasta tinggi.

Ciri-Ciri Dan Arti Nama Orang Bali

Ciri-ciri lain dari nama-nama orang Bali adalah kata sandang untuk jenis kelamin atau gender seseorang, ada sebutan I dan Ni untuk I adalah kata sandang untuk laki-laki sedangkan Ni untuk kata sandang untuk perempuan, sebutan I dan Ni diletakkan pada nama paling depan salah satu contohnya I Wayan Wijaya atau Ni Wayan Wijani.

Walaupun dalam komunikasi sehari-hari nama depan I dan Ni ini tidak disebutkan tapi dalam surat-surat penting seperti akte kelahiran dan dalam kartu identitas lainnya akan selalu dicantumkan dan awalan nama ini hanya untuk kalangan masyarakat umum atau kasta Sudra.

Mengulas nama-nama orang Bali untuk golongan kasta Sudra yaitu; Wayan, Made, Nyoman dan Ketut, adalah 4 nama yang diberikan dalam sebuah keluarga, sesuai dengan urutan kelahiran yang memiliki arti tersendiri.

Anak pertama bernama depan Wayan atau berarti “wayahan” memiliki arti paling matang atau paling tua, nama Wayan memiliki beberapa sinonim yaitu Putu, Gede untuk laki-laki dan Luh untuk perempuan.

Anak kedua bernama Made berasal dari “madya” atau tengah, nama lain untuk anak kedua adalah Nengah dan Kadek. Nama anak ketiga adalah Nyoman berasal dari kata “uman” yang berarti sisa atau akhir, nama lain untuk Nyoman adalah Komang.

Karena pandangan orang Bali punya anak 3 sudah cukup, setelah mempunyai anak tiga agar keluarga lebih bijaksana lagi dalam mengatur keluarga berencananya.

Namun karena minimnya obat yang bisa mencegah kehamilan berikutnya dan aborsi dipandang bertentangan dengan agama, sehingga banyak pasangan suami istri memiliki anak lebih dari tiga dan anak keempat tersebut dinamakan Ketut atau “kitut” yang artinya paling kecil.

Bagi mereka yang memiliki anak lebih dari 4, maka anak kelima kembali lagi ke nama anak pertama yaitu Wayan atau dikenal dengan Wayan Balik, anak keenam bernama Nengah begitu seterusnya, 4 nama itu terus disematkan.

Nama Ketut cukup istimewa, tidak ada nama lain atau sinonimnya, namun sekarang dengan adanya program pemerintah mengenai keluarga berencana, yaitu dua anak cukup, lambat laun nama Ketut termasuk Nyoman atau Komang akan semakin langka dan jarang ditemukan.

Nama orang-orang Bali tidak memiliki nama Marga atau nama keluarga, namun demikian sekarang jaman sudah semakin berkembang, sah-sah saja jika sebuah keluarga menyematkan nama keluarga pada anak-anaknya, sebagai identitas keluarga, termasuk juga mengadopsi nama-nama dari luar Bali.

btcnws.

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here