Jakarta, Nawacita – Kementerian BUMN membuka opsi untuk melepas perusahaan pelat merah kategori dead-weight alias sekarat ke swasta. Opsi itu menambah dua opsi sebelumnya yakni ditutup (likuidasi) atau digabung (merger).
Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin menuturkan, semua opsi tersebut tengah dalam kajian.
“Opsinya bisa dikaji bisa dikonsolidasikan jadi satu, bisa didivestasikan kalau sudah mungkin lebih cocok dijalankan oleh pihak lain di luar BUMN, atau bisa diholdingkan jadi anak perusahaan yang lain. Itu pengkajiannya sedang dilakukan,” katanya di DPD RI, Jakarta, Senin (24/2/2020).
Dia menuturkan, yang terpenting harus ada langkah yang diterapkan pada BUMN berstatus sekarat itu.
“Tapi yang jelas harus ada yang dilakukan terhadap struktur bisnisnya perusahaan-perusahaan di sana,” tambahnya.
Untuk bisa mengeksekusi BUMN sekarat itu, Budi menuturkan pihaknya tengah menunggu revisi Peraturan Pemerintah (PP) yang isinya mengalihkan kewenangan divestasi, merger, dan lainnya ke Kementerian BUMN.
“Pak Menteri sedang proses supaya wewenang melakukan divestasi dan merger itu bisa dilakukan oleh beliau sehingga bisa lebih cepat prosesnya,” jelasnya.
Butuh 3 Bulan Petakan BUMN Sekarat
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Tohir menyatakan tengah memetakan BUMN, termasuk BUMN yang masuk kategori dead weight alias sekarat. Untuk memetakan BUMN ini, Erick Thohir butuh waktu selama 3 bulan.
Nasib BUMN yang sekarat setidaknya ada dua, yakni digabung (merger) atau ditutup (likuidasi). Meski begitu, Erick menenkankan tak akan buru-buru mengambil keputusan. Dia bilang, akan melihat model bisnis serta nilai tambah perusahaan tersebut.
“Maping-nya sudah mulai berjalan tapi nggak mau grasa-grusu. Tak sekadar merger, menutup kita mesti melihat bisnis model, value chain-nya, value creation-nya, 3 bulan tahu lah,” katanya di Kementerian BUMN Jakarta Pusat, Jumat (21/2/2020).
Dia melanjutkan, untuk mengeksekusi hal tersebut perlu payung hukum. Dia bilang, pihaknya hanya pengelola aset, bukan pemilik aset.
“3 bulan cukup, sejak peraturan keluar. Dalam bentuk apa kita tunggu nanti Perpres atau Permenkeu, urusan bos-bos di atas. Kita kan pengelola aset bukan pemilik aset,” sambungnya.
dtk