Monday, May 12, 2025
HomeSTARTUPLifeStyleMengenal Sejarah Wacinwa, Pertunjukan Wayang China dan Jawa

Mengenal Sejarah Wacinwa, Pertunjukan Wayang China dan Jawa

SURABAYA, Nawacita Siapa, sih, yang gak tau pertunjukan wayang? Eits, tapi tunggu dulu, wayang yang akan dibahas kali ini tuh beda. Gak ada sosok-sosok terkenal seperti Arjuna, Kunthi, Bima, dan tokoh wayang kulit lainnya yang biasa kamu lihat dalam pertunjukan wayang pada umumnya yang menampilkan cerita Mahabharata.

Yap, namanya Wayang China-Jawa alias Wacinwa. Kalo dilihat sekilas, sih, penampakan wayangnya berbeda banget. Bukan mengambil anggitan atau gaya Yogya maupun Solo, melainkan gambaran para panglima, raja, dan penasehat dengan wajah mirip topeng China. Nah, daripada makin penasaran, yuk, mengenal lebih dalam Wacinwa melalui beberapa poin di bawah ini. Simak baik-baik, ya.

Awal Mula Wacinwa

- Advertisement - Ucapan Selamat Idul Fitri dari BPKAD Jatim

Dalam upaya mengembangkan wayang di Indonesia yang juga dilakukan oleh etnis Tionghoa, gak melulu dengan melanjutkan tradisi yang udah ada sebelumnya. Bahkan mereka menciptakan suatu mahakarya dalam bentuk wayang kulit yang merupakan perpaduan antara China-Jawa yang biasa disebut Wacinwa.

Mengutip dari buku “Kajian Wacinwa: Silang Budaya Cina-Jawa: Koleksi Museum Negeri Sonobudoyo” (2015) yang ditulis oleh Dwi Woro Retno Mastuti, Hanggar Budi Prasetya, dan Ilmi Albiladiyah, disebutkan bahwa pada abad ke-19 hingga ke-20 adalah masa puncak perkembangan seni budaya keraton (seni pertunjukan) ini, bahkan sudah menyebar hingga keluar tembok Kesultanan Yogyakarta.

Sejarah mencatat, Wacinwa lahir di Yogyakarta pada 1925. Gan Thwan Sing adalah pencipta sekaligus dalang dari Wacinwa. Sebagai keturunan Tionghoa, Gan Thwan Sing mewarisi tradisi China dari kakeknya, Gan Ing Kwat.
Baca Juga: Mengenal Sejarah April Mop Versi Sejumlah Negara di Dunia

Konsep Wacinwa dimatangkan olehnya dengan sejumlah penulisan dari beberapa buku lakon. Buku lakon ini dibuat dengan mengikuti buku lakon wayang kulit Jawa bergaya Mataraman, serta dituliskan dalam bahasa dan aksara Jawa. Namun, ceritanya diubah menjadi cerita rakyat China kuno yang populer dalam masyarakat Tionghoa di Jawa pada waktu itu.

Awalnya, Gan Thwan Sing membuat terlebih dahulu desain tokoh-tokoh dari setiap lakon. Setelah itu barulah ia menghubungi Oey See Toan, seorang pedagang kaya yang menggemari seni pertunjukan tradisional. Ya, bisa dibilang Gan Thwan Sing dapet suntikan dana dari Gan Thwan Sing yang mendukungnya dengan penuh.

Akhirnya, Gan Thwan Sing pun berhasil membuat sekitar 200 buah wayang. Di antaranya ada yang terbuat dari kulit kerbau dan kertas. Dia juga membuat alat-alat untuk melengkapi pertunjukan wayang, seperti kotak wayang, cempala (alat untuk memukul-mukul kotak wayang), kepyak, ketir, dan blencong.

Gak cuma itu, berbarengan dengan pembuatan set wayang dan peralatannya, Gan Thwan Sing juga menyelesaikan sejumlah buku lakon yang ditulisnya sendiri dalam bahasa dan aksara Jawa.

Seenggaknya, dia berhasil menulis sembilan judul buku lakon, yakni “Siek Jin Kui Ceng Tan”, “Siek Jin Kui Ceng See”, “Thig Jing Ngo Ha Ping She (Rahabenipun Raja Thig Jing)”, “Cap Pek Law Wan Ong”, “Hong Kio Lie Tan”, “Law Kim Ting”, “Seek Yu (Sang Prajaka)”, “Pat Sian” (Delapan Dewa), dan “Sam Kok” (Tiga Negeri).

Siapakah Gan Thwan Sing?

Nah, berdasarkan poin sebelumnya, kamu pasti penasaran, siapa, sih, Gan Thwan Sing? Kok, sampe bisa punya pemikiran untuk menyatukan dua kebudayaan yang pada dasarnya udah jauh berbeda?

Gan Thwan Sing lahir di Jatinom, Klaten, pada 1885. Sejak muda, ia tinggal bersama kakeknya, Gan Ing Kwat yang masih sinke (Tionghoa totok). Kakeknya mengajarkan bahasa dan aksara serta cerita-cerita rakyat China kepadanya.

RELATED ARTICLES

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

Terbaru