Pertamina Bakal Produksi Baterai Kendaraan Listrik

Pertamina
Pertamina
top banner

Jakarta Nawacita – Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pertamina yang bertugas mengelola perminyakan dan gas bumi di dalam negeri mengaku tengah menjajaki bisnis baru, yaitu menjadi produsen baterai. Salah satu tujuan pengembangan ini untuk mendukung elektrifikasi otomotif.

Andianto Hidayat, Vice President R&T Planning & Commercial Research & Tehcnology Center Pertamina, menjelaskan, strategi baru itu untuk menanggapi pergeseran pasar dan juga kebutuhan produsen baterai di dalam negeri yang menunjang kegiatan bisnis energi terbarukan seperti kebutuhan pembangkit listrik tenaga angin (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/PTLB).

Menurut Andianto, agar PLTB bisa menyuplai listrik dengan stabil butuh baterai.

Andianto mengatakan sel baterai pendukung PLTB sama seperti digunakan pada baterai kendaraan listrik. Dia bilang bagian yang membedakan hanya kemasannya saja.

Pertamina disebut Andianto bakal menggarap bisnis pabrik baterai lithium di Indonesia, realisasinya dikatakan pada 2021 dan lokasi pabriknya disebut di Jawa Barat. Dia mengatakan akan ada perusahaan baru yang khusus menangani itu, namun enggan menjelaskan soal investasi.

“Saya belum bisa ngomong sekarang, tapi ya kita satu line dulu. Kami terbuka, sinergi BUMN juga ada, karena ada beberapa BUMN yang juga mau kerja sama,” katanya.

Suplai produksi baterai Pertamina bakal didukung pabrik bahan baku baterai di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park, Sulawesi Tengah, yang pernah diklaim bakal menjadi terbesar di dunia.

“Kelanjutan dari proses di Morowali, karena di sana kan punya Inalum (Indonesia Asahan Alumunium) akan bikin komponen baterai. Kami ga masuk di sana (Morowali), Kami cuma ambil hasil dari sana untuk menjadi anoda dan katoda,” ucap Andianto.

Produk baterai yang diproduksi Pertamina dikatakan bakal menyesuaikan permintaan, di antaranya jenis NMC (Lithium Nickel Manganese Cobalt Oxide) dan LFP (Lithium Ferrophosphate).

“Ya kalau sampai 2035 masihlah, kan mobil-mobil tua masih ada. ‘Sampai titik minyak penghabisan’. Sekarang itu (sumber minyak bumi) sudah kecil, daerahnya sudah terpencil, atau di dalam laut, makin mahal. Ada tetapi makin sulit diperoleh, eksplorasinya mahal. Mungkin di laut, atau mungkin juga tidak terkonsentrasi dalam satu cekungan. Tidak ekonomis untuk diproduksi,” kata Andianto.

lnt

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here