Jatim Perlu Early Warning Sistem Digital Menurut Khofifah

top banner

SURABAYA, Nawacita – Lebih dari 60 persen wilayah Jawa Timur (Jatim) masuk kategori rawan bencana. Dari jumlah tersebut 30 persen di antaranya tergolong berbahaya atau kerawanan tinggi.

Mengantisipasi hal yang tidak diinginkan, Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, meminta BPBD lebih responsif dalam menyiapkan rencana matang penanggulangan bencana.

“Harus ada early warning system yang tepat di Jatim. Terutama berbasis digital,” kata Khofifah saat melihat peta rawan bencana di BPBD Jatim, Kota Surabaya, Selasa (5/3/2019).

Sebagaimana data BPBD Jatim tersebut, ada 22 kabupaten/kota yang masuk rawan banjir, karena dilintasi tujuh aliran sungai besar. Mulai Bengawan Solo, Bondhoyudho, Pekalen dan juga Bajul Mati.

Sedangkan untuk rawan bencana tanah longsor ada di 13 kabupaten/kota. Mulai dari Kabupaten Magetan, Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, dan daerah lainnya di wilayah selatan Jatim.

Kemudian masalah kekeringan, ada 23 kabupaten/kota yang terdeteksi rawan. Ketika masuk musim kemarau, ada 171 kecamatan dan 833 desa berisiko tinggi mengalami kekeringan. Lalu, untuk masalah gempa, semua daerah masuk zona merah.

Untuk bencana tsunami, ada delapan kabupaten/kota yang terdeteksi rawan. Antara lain Kabupaten Blitar, Jember, dan Banyuwangi. Begitu juga di Kabupaten Pacitan.

“Tadi saat saya melihat Pusdalop (Pusat Pengendalian dan Operasi) BPBD, saya rasa banyak yang harus di-update dan di-upgrade secara digital,” ujar mantan Mensos tersebut.

Lewat sistem digital, Khofifah berharap, bisa memantau kondisi alam secara real time. Terutama di kawasan yang sedang waspada bencana. Semisal, ada deteksi ketinggian volume air di Sungai Bengawan Solo.

“Dari situ, masyarakat di sekitar wilayah rawan bencana bisa memantau kondisi terkini, apakah akan luber atau tidak,” kata Khofifah.

inws.

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here