Nawacita – Keluarnya Perpres No. 36 tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja, yang dilanjutkan dengan perauturan turunannya, Permenko Bidang Perekonomian No. 3 tahun 2020 tanggal 27 Maret 2020, memberi angin segar tentang komitmen Pak Jokowi untuk mendesain jalan tengah menjawab problem pengangguran, korban PHK dan angkatan kerja lainnya agar mempunyai kesempatan bekerja atau berwirausaha.
Perpres ini bentuk konsistensi pemerintah tentang gagasan pokok yang diusung Pak Jokowi di periode kepemimpinan keduanya, tentang peningkatan kualitas SDM (4 progam pokok lainnya adalah: keberlanjutan infrastruktur, deregulasi, debirokratisasi dan transformasi ekonomi).
Hal ini bisa mengurai problem klasik pendidikan di Indonesia, _mismatching_ dunia pendidikan dengan dunia usaha dan dunia industri, yang menjadi penyebab utama munculnya kaum _intellectual proletar._
Masalahnya kemudian muncul dalam pelaksanaan teknis. Yang digandeng oleh Tim _Project Management Officer_ (PMO) adalah justru platform digital , yang menyediakan pelatihan-pelatihan _online,_ yang kemudian menjadi polemik. Seharusnya yang digandeng oleh Tim PMO adalah penyerap tenaga kerjanya, untuk dijadikan standar monitoring evaluasi seberapa efektif program ini bermanfaat buat masyarakat. Berapa banyak yang selanjutnya bisa diserap sebagai tenaga kerja. Seberapa banyak yang setelah _skill_ nya bertambah selanjutnya bisa menjadi rekanan swasta, dll.
Sedangkan untuk pelatihan, apakah _online_ atau _offline,_ dan penerima program mengambil program dimana, itu hanya masalah teknis
Apalagi, sekarang muncul platform digital “Prakerja.org” yang menjadi kanal gratis buat orang yang mau meningkatkan _skill_ sebagai pembanding platform digital berbayar, dan relatif mahal, yang digandeng oleh pemerintah. Ini adalah sebuah “tamparan keras” dari para pegiat sosial kepada pemerintah.
Dengan anggaran dana sebesar 20 triliun, yang diantaranya 5,6 tiliun buat “sekedar” pelatihan, maka pemerintah jadi *terkesan hanya membagi-bagi anggaran* buat platform digital tanpa alat ukur yang jelas tentang efektivitas pelaksanaan hasil dari pelatihan.
Memang betul, antusiasme dari masyarakat luar biasa, dengan sudah mengantre 1,4 juta pendaftar. Tapi perlu dikaji, pendaftar ini memang ingin menambah _skill_ yang ditawarkan oleh platform digital ini, atau sekedar mengincar dana tunai 600 ribu per bulan selama 4 bulannya?
Dengan perkembangan yang ada, ketika pemerintah terus *melanjutkan desain dan model* Program Kartu Prakerja, yang sudah akan masuk ke _batch_ 4, wajar kalau kemudian timbul pertanyaan: dalam progam kartu prakerja ini, siapa yang sedang cari kerja?
Yang sedang cari kerja, masyarakat atau platform digital?
Mari jangan lelah dalam memberikan masukan terbaik kepada pemerintah untuk kebaikan masyarakat dan bangsa.
Ajib – Hipmi


