Ketua DPD RI Tanggapi 4 Korban Tewas di Bangkalan
SURABAYA, nawacita – Perkelahian bersenjata atau Carok di Bangkalan, Madura sebaiknya direvitalisasi. Ini buntut dari ada peristiwa carok yang menyebabkan empat nyawa melayang.
Hal tersebut disesalkan Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Menurutnya kejadian di Tanjung Bumi Bangkalan beberapa hari lalu adalah perkelahian bersenjata. Bukan murni Carok. Carok itu memang ada dalam tradisi Suku Madura, yang sekarang memang sudah jauh berkurang. “Carok itu janjian bertemu, saling membawa senjata, lazimnya di tempat yang sepi atau jauh dari keramaian publik. Umumnya terkait dengan persoalan yang menyangkut harga diri yang serius,” urai LaNyalla, Minggu (14/1/2024).
Namun, LaNyalla juga berharap tradisi Carok di Madura direvitalisasi. Sehingga menjadi produk budaya dan senjata cluritnya bisa menjadi heritage, atau warisan kebudayaan Suku Madura. Sehingga celurit khas Madura yang dulu kerap dibuat Carok, dapat menempati posisi seperti Keris di Jawa. “Dan kisah-kisah atau sejarah tentang Carok dapat menjadi khazanah literasi budaya Indonesia,” imbuh Ketua MPW Pemuda Pancasila Jawa Timur ini.
Dengan begitu, lanjut LaNyalla nilai yang dikedepankan adalah nilai kebudayaannya. Bukan nilai aksinya. Sehingga tidak lagi dilakukan, tetapi dilestarikan nilai kebudayaannya sebagai pengetahuan, warisan budaya dan nilai-nilai sejarah kearifan lokal yang dijadikan produk budaya. Tidak sebagai adu perkelahian yang menimbulkan korban. Tapi cukup sebagai sejarah saja. “Ini juga bisa mengundang potensi wisata, sebagai sebuah pengetahuan sejarah,” ungkap LaNyalla yang kembali maju sebagai calon DPD RI asal Jawa Timur di Pemilu 2024 ini.

Menurutnya, jika tradisi Carok diteruskan pada skala aksi, maka akan merugikan pada jangka panjang. Karena masyarakat di pulau Garam semakin plural dan majemuk. Investasi dunia usaha dan dunia industri juga diharapkan semakin banyak. Sehingga kenyamanan, ketentraman dan keamanan menjadi syarat utama. Tetapi kalau dilestarikan sebagai produk budaya, justru bisa mendatangkan nilai ekonomis.
Menurutnya, ada banyak tradisi serupa seperti carok di berbagai daerah lainnya. Masyarakat Bugis-Makassar memiliki tradisi Sigajang Laleng Lipa, yang merupakan tradisi untuk mempertahankan harga diri dan martabat. Namun saat ini, tradisi tersebut justru menjadi budaya yang memiliki nilai tambah masyarakat dalam konteks pariwisata.
“Tradisi tersebut justru menjadi pendukung pariwisata. Dia disajikan dalam pertunjukkan-pertunjukkan pameran seni-budaya Bugis-Makassar dalam konteks pariwisata,” ujar pria berdarah Bugis tersebut. LNM


