Thursday, December 18, 2025
HomeNasionalKRIS di Surabaya Dinilai Belum Siap, BPJS Minta Penerapan Dibatalkan

KRIS di Surabaya Dinilai Belum Siap, BPJS Minta Penerapan Dibatalkan

Surabaya, Nawacita – Suasana diskusi memanas dalam acara Media Gathering BPJS Kesehatan Cabang Surabaya yang digelar pada Jumat (20/6/2025).

Dalam forum tersebut, hadir Kepala BPJS Kesehatan Cabang Surabaya Hermina Agustin Arifin dan Koordinator BPJS Watch Jawa Timur Arief Supriyono.

Keduanya menyoroti secara kritis rencana pemerintah untuk memberlakukan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).

- Advertisement -

Sorotan tajam datang dari Arief Supriyono, yang menyatakan bahwa penerapan KRIS sebaiknya tidak hanya ditunda, tetapi dibatalkan sepenuhnya.

Ia menilai kebijakan tersebut justru berpotensi memperlebar kesenjangan layanan kesehatan, terutama bagi masyarakat ekonomi lemah.

“Kalau KRIS tetap dilanjutkan, yang terjadi adalah ketimpangan layanan. Seperti lagu Iwan Fals, yang kaya langsung dilayani, yang miskin harus antre dan menunggu,” kritik Arief.

Menurutnya, saat ini 98% pasien rumah sakit adalah peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Namun, aduan terhadap layanan masih tinggi, khususnya terkait keterlambatan penanganan di Instalasi Gawat Darurat (IGD).

Hal ini diperparah oleh masih banyaknya fasilitas kesehatan yang belum memenuhi standar KRIS.

Sementara itu, Hermina Agustin Arifin mengungkapkan bahwa dari seluruh tempat tidur rawat inap di Surabaya, baru sekitar 39% yang memenuhi 12 kriteria KRIS yang ditetapkan Kementerian Kesehatan. Ini mencerminkan kesenjangan besar antara regulasi dan kesiapan di lapangan.

Baca Juga: BPJS Kesehatan Surabaya Mentargetkan PBPU Sebanyak 84 % Mendapat Jaminan Kesehatan

“Kalau kebijakan ini dipaksakan, permintaan terhadap ruang rawat inap yang sesuai KRIS akan melonjak. Ini akan menjadi beban berat bagi rumah sakit, baik dari sisi anggaran maupun infrastruktur,” jelasnya.

Ia pun mengingatkan bahwa kebijakan ini bisa berdampak pada hubungan kerja sama antara rumah sakit dan BPJS Kesehatan, serta berisiko merugikan peserta JKN yang menjadi tulang punggung sistem jaminan kesehatan nasional.

Menanggapi berbagai kekhawatiran tersebut, Kementerian Kesehatan telah memutuskan untuk menunda pemberlakuan penuh KRIS hingga Desember 2025.

Penundaan ini diharapkan memberi ruang bagi seluruh pemangku kepentingan untuk melakukan adaptasi dan persiapan yang lebih matang.

“Kami mengajak seluruh pihak memanfaatkan waktu transisi ini sebaik mungkin,” papar Hermina.

Namun, tantangan tidak berhenti di situ. Hermina juga menyoroti persoalan nasional mengenai rasio pembiayaan JKN yang kini telah mencapai lebih dari 200%, menandakan bahwa pengeluaran layanan jauh melebihi total iuran yang diterima. Kondisi ini, menurutnya, bisa mengancam keberlanjutan program jika tidak segera dibenahi.

Di Surabaya, tantangan ini semakin berat. Kota ini menjadi pusat rujukan layanan kesehatan untuk kawasan Indonesia Timur, dengan tiga rumah sakit tipe A yang menangani kasus-kasus kompleks. Kondisi tersebut menambah tekanan dalam upaya menerapkan standar KRIS secara menyeluruh.

Meski KRIS bertujuan meningkatkan mutu dan pemerataan layanan, para pemangku kepentingan sepakat bahwa pendekatan bertahap dan realistis harus menjadi prioritas utama.

Penundaan hingga akhir 2025 dinilai sebagai langkah tepat, namun disertai peringatan bahwa waktu penyesuaian ini bukan alasan untuk menunda evaluasi.

Reporter : Denny

RELATED ARTICLES

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

Terbaru