Surabaya, Nawacita – Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Timur bersama Polda Jatim berkomitmen dalam pencegahan radikalisme.
Ketua FKPT Jatim, Prof Husniyatus Salamah Zainiyati mengatakan bahwa tantangan radikalisme masih nyata dan serius di Jawa Timur.
“Organisasi seperti Hizbut Tahrir Indonesia memang sudah dibubarkan, tapi ideologinya masih terus bergerak secara masif dan terselubung,” ungkapnya saat seminar pencegahan radikalisme dan intoleransi kepada pegawai negeri pada Polri Polda Jatim, Rabu (25/6/2025).
Prof Husniyatus menyebut bahwa terdapat sekitar 20.000 mantan anggota HTI yang hingga kini tetap aktif membangun jaringan, khususnya melalui media sosial, pengajian eksklusif, dan rekrutmen berbasis keluarga.
Selain itu, ia juga mengungkap adanya 155 mantan narapidana terorisme yang tersebar di berbagai wilayah Jawa Timur.
“Beberapa di antaranya justru merekrut anggota baru dari dalam lapas, termasuk pengunjung dan napi umum,” jelasnya.
Untuk itu, pihaknya mengingatkan bahwa strategi pencegahan tak cukup mengandalkan pendekatan hukum.
“Anak-anak bangsa hanya bisa terlindungi jika semua pihak bersinergi. Polri, media, keluarga, sekolah, tokoh agama, semuanya harus ambil peran aktif dalam membendung radikalisme,” tegas profesor yang akrab disapa Titik itu.
Prof Titik menekankan pentingnya peran aktif kepolisian dalam menghadapi ancaman intoleransi dan radikalisme. Ia menyebut bahwa Polri tidak hanya bertugas melakukan penindakan hukum, tetapi juga memiliki tanggung jawab besar dalam edukasi dan pembinaan masyarakat.
Baca Juga: Ancaman Terorisme Evolusi: FKPT Jatim Ungkap Taktik Baru Pasca Bubarnya JI
“Polri memiliki posisi strategis untuk mendeteksi dini gerakan-gerakan mencurigakan yang mengarah pada kekerasan, termasuk jaringan rekrutmen radikal. Namun lebih dari itu, Polri juga harus hadir sebagai pembina masyarakat, bukan sekadar penindak,” bebernya.
Ia menambahkan bahwa ruang digital yang menjadi ladang subur penyebaran paham radikal juga harus dijaga bersama.
“Kepolisian perlu memperkuat literasi digital, terutama dengan menghadirkan narasi-narasi tandingan yang edukatif dan damai. Kontra-narasi harus dibanjiri di ruang publik, agar tidak ada ruang kosong yang diisi oleh propaganda kekerasan,” tegas Prof Titik.
Masyarakat Sebagai Benteng Pertahanan
FKPT Jatim juga menggarisbawahi pentingnya peran keluarga adalah pertahanan pertama. Jika tidak menanamkan nilai Pancasila dan agama inklusif sejak dini, anak-anak bisa dengan mudah terpapar.
“Selain itu, lingkungan pendidikan, tokoh agama, komunitas, dan organisasi sosial harus aktif menyebarkan pesan damai dan menangkal narasi kebencian,” kata Prof Titik.
Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya ini juga menekankan pentingnya peran media.
“Kita butuh media yang menyajikan berita objektif, membimbing publik, dan menyaring konten yang berbahaya. Literasi media adalah garda depan kontra-radikalisme hari ini,” paparnya.
Prof Titik menegaskan bahwa harmoni di Jawa Timur hanya bisa diwujudkan melalui kolaborasi nyata lintas sektor.
“Sinergi Polda Jatim, Pemprov, TNI, FKPT, NU, Muhammadiyah, MUI, akademisi, dan masyarakat sipil adalah kunci untuk membentengi Indonesia dari dalam,” pungkasnya.
Reporter : Alus Tri


