Bandung, Nawacita – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bersama dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat akan melakukan modifikasi cuaca untuk wilayah Jabar yang dimulai hari ini, Selasa (11/3/2025).
Modifikasi cuaca ini dilakukan sebagai langkah penanganan terhadap bencana alam yang terjadi di Jawa Barat agar tidak berkelanjutan. Terlebih, Jawa Barat sendiri menjadi provinsi urutan pertama wilayah dengan bencana hidrometeorologi paling tinggi di Indonesia.
Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB) yang diterima dari BPBD Jawa Barat periode 1 Januari 2025 sampai 11 Maret 2025, jumlah bencana hidrometeorologi di Jawa Barat mencapai 92 bencana.
Kepala Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG, Tri Handoko Seto menyebut, modifikasi cuaca di wilayah Jawa Barat mulai dilakukan pada hari ini. Rencananya, modifikasi cuaca di Jawa Barat akan dilakukan hingga tanggal 20 Maret 2025 mendatang.
“Kita mulai modifikasi hari ini, yang kemarin kemarin itu kita lakukan untuk Jabodetabek saja. Kita mulai tanggal 4 dengan posko Halim (Lanud Halim Perdana Kusuma), mulai hari ini kita perluas areanya dengan posko Husein (Lanud Husein Sastranegara),” kata Tri saat ditemui di Lanud Husein Sastranegara Bandung.
“Ini rencananya sampai tanggal 20, nanti kita lihat update berikutnya, mudah-mudahan setelah tanggal 20 prediksinya tidak berbahaya,” tambahnya.
Tri mengatakan, modifikasi cuaca ini bisa mengurangi intensitas hujan yang turun di wilayah daratan. Khususnya di wilayah yang rawan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.
“Jadi yang kita lakukan untuk operasi ini adalah mengurangi curah hujan yang turun di wilayah daratan, khususnya yang berpotensi banjir sehingga menjadi air yang bermanfaat buat kehidupan,” jelasnya.
Tri menyebut modifikasi cuaca di wilayah Jawa Barat akan dilakukan dengan mempercepat turunnya hujan atau mengurangi intensitasnya. Hal itu dilakukan dengan cara menyemai awan hujan yang berada di laut atau waduk yang sedang menuju daratan atau wilayah rawan bencana.
Penyemaian tersebut menggunakan NaCI (Natrium Klorida) atau garam dengan ukuran tertentu yang ditabur ke dalam awan hujan di wilayah laut atau waduk, sehingga hujan kemungkinan turun di laut.
“Jadi kita percepat turun hujannya mungkin NaCI (Natrium Klorida atau garam) ukuran tertentu supaya. Segera menjadi hujan dan kalaupun masih ada sisanya tidak banyak. Sehingga kalau diprediksi hujan di Cirebon misalnya sangat lebat. Tadi di laut sudah ada awan kita semai, maka nanti mungkin hujannya tinggal menjadi sedang ya gitu,” terangnya.
Baca Juga:Â Sederet Cara Pemprov hingga BMKG Tangani Bencana di Jawa Barat
Jika awan hujan tersebut berada di darat dan berpotensi menimbulkan hujan lebat, awan tersebut akan disemai menggunakan CaO (Kalium Oksida) agar intensitas hujan yang turun tidak terlalu lebat.
“Kedua kalau memang ada awan yang berpotensi menjadi hujan yang lebat di daratan katakanlah oh ini di Bandung mau hujan sangat lebat nih ya uh gimana caranya begitu awan tumbuh kita semai dengan bahan tertentu CHO, supaya yang tadinya sangat lebat, kalau tidak kita apakan dia menjadi lebat atau bahkan sedang gitu ya,” kata Tri.
Nantinya, NaCI (Natrium Klorida) atau garam dan CaO atau kalium oksida akan ditaburkan ke awan yang berpotensi menghasilkan hujan lebat. Penaburan itu akan dilakukan menggunakan pesawat yang membawa 800 kilo garam dan kalium oksida setiap hari.
“Efeknya itu berapa setelah ditabur langsung berasa atau tergantung pada umur awan itu, umurnya ada fasenya kalau awan yang sudah seperti di sana itu sudah cumulonimbus gitu akan kita semai itu bisa,” papar Tri.
“Dalam waktu 1 jam kemudian jadi hujan. Kalau sudah sangat matang belum kelihatan ya sangat matang itu mungkin 10 menit jadi hujan. Sekali terbang pesawat ini membawa 800 kilo sehari,” tambahnya.
Sementara itu, BMKG sendiri memprediksi curah hujan di Jawa Barat akan masuk pada kategori tinggi dari mulai tanggal 11 Maret 2025 hingga tanggal 20 Maret 2025. Terlebih, hujan dengan intensitas tinggi diperkirakan terjadi di wilayah-wilayah yang rawan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.
“Yang rawan bencana yang permukaannya sudah tidak mampu menyerap air lebih banyak lagi itu dikhawatirkan akan menjadi bencana, sehingga kita harus kita reduksi,” jelasnya.
Ditanya terkait prediksi cuaca di pada masa mudik lebaran pada akhir bulan Maret ini, Tri menerangkan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan BNPB dan DPR terkait hal tersebut. Ia berharap cuaca buruk dan intensitas hujan yang tinggi tidak terjadi pada masa mudik lebaran nanti.
“Nah, musim mudik memang akan ada beberapa titik yang punya potensi terjadinya curah yang tinggi. Oleh karenanya kalau mudik ini kan nasional ya ini BMKG berkoordinasi dengan BNPB dan juga hari ini juga akan rapat dengan DPR,” ungkapnya.
“Kita juga tentu akan stand by, nanti harapannya supaya ketika mudik tidak terjadi bencana hidrometeorologi, banjir, longsor dan sebagainya di sepanjang turun turun mudik,” tandas Tri.
Reporter : Niko


