Tuesday, December 23, 2025
HomeDAERAHBenih Padi UPT Dinas Pertanian Jatim Tidak Laku Gara-Gara Single Price Perda...

Benih Padi UPT Dinas Pertanian Jatim Tidak Laku Gara-Gara Single Price Perda No 8/2023

Benih Padi UPT Dinas Pertanian Jatim Tidak Laku Gara-Gara Single Price Perda No 8/2023

Mojokerto, Nawacita | Penetapan satu harga atau single untuk Benih Padi Jagung dan Kedelai hasil produksi UPT Benih Padi dan Palawija Dinas Pertanian Ketahanan Pangan Jawa Timur disoal Komisi B DPRD Jawa Timur. Pasalnya single price membuat distribusi benih dengan kualitas unggul itu tidak dapat dinikmati para petani di Jawa Timur.

Anggota Komisi B DPRD Jatim, Ahmad Iwan Zunaih mengungkapkan, benih padi jagung dan kedelai hasil produksi UPT Benih Padi dan Palawija milik pemprov Jatim tidak sampai ke Masyarakat. Pasalnya, tidak ada agen atau distributor yang menjualnya hingga tingkat bawah.

“Kami sudah datang langsung ke lahan-lahan milik UPT Benih, mereka mengeluh benihnya tidak laku,” kata Iwan Zunaih, Kamis 4/7/2024.

- Advertisement -

Legislator yang akrab disapa Gus Iwan ini menyebut penyebabnya adalah sistem penerapan single price (satu harga) terhadap Benih Padi Jagung dan Kedelai. Sesuai Peraturan Daerah Nomer 8 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah & Retribusi Daerah. Dalam aturan tersebut disebutkan harga Benih Padi Dasar Rp 9.500/kg, Benih Jagung Dasar 15.000/kg dan Benih Kedelai Dasar Rp 15.000/kg.

Baca Juga: Komisi B : Optimalisasi Parkir dan Pengurangan Kemacetan Melalui Terowongan JIT-KBS

Dengan single price ini, kata Gus Iwan, pengusaha, distbutor, agen atau masyarakat sekalipun, ketika membeli benih tidak mendapat perbedaan harga. Ketika Beli dalam jumlah sedikit maupun dalam jumlah banyak. “Karena harga yang ditetapkan oleh Perda itu menggunakan sistem single price. Artinya beli satu bungkus dengan 1 ton itu harganya sama. Saya rasa itu perlu evaluasi kembali,” terang Gus Iwan.

Politisi Partai Nasdem tersebut menegaskan bahwa pandangannya tersebut bukan untuk berpihak kepada pengusaha, melainkan demi meningkatkan daya jual benih itu sendiri sehingga sistem single price sebaiknya perlu untuk ditinjau kembali.

“Ketika pembeli daya belinya lagi tinggi, kalau tidak single price maka penjualan petani akan baik, pengusaha pun juga demikian. Apalagi single price ini juga rawan pemalsuan oleh oknum,” tegasnya.

Ia meyakini, Banyak UPT-UPT pembenihan itu kesusahan menjual karena tidak ada pihak yang beli dalam jumlah banyak. Karena pembeli tidak mau harganya disamakan ketika beli banyak dengan beli sedikit dengan harga sama. “Seharusnya, jika mereka yang beli dalam jumlah banyak lalu harganya lebih murah lagi tentu agen atau distributor mau memborong benih-beinih kita dan itu berdampak pada Pendapatan Asli Daerah Jawa Timur,” ujarnya.

Ia mencontohkan, jika Lahan pertanian yang bisa digunakan utk nanam benih padi milik pemprov seluas 400 Ha. Bila rata-rata perhektarnya menghasilkan 5 Ton panen maka ada 2000 ton padi. Jika separuhnya menjadi bibit/benih maka hasilnya adalah 1000ton. Kalau 1000 ton dikali Rp8000/kg hasilnya adalah Rp8 miliar. “Dari Padi saja bisa dapat 8 Miliar sekali panen. Belum varietas lain. Nah, Faktanya, sampai saat ini PAD total Dinas pertanian saat ini baru 9 miliar sekian,” rinci Gus Iwan yang juga Rektor Institute Pesantren Sunan Drajad Lamongan ini.

“Jadi perlu adanya penguatan kembali di sektor ini guna menambah PAD sekaligus memperluas objek subsidi perprov bagi para petan,” imbuhnya.

Dijelaskannya, kualitas benih padi yang diuat oleh UPT milik Dinas Pertanian Jawa Timur itu sudah tersertifikasi dan sudah diakui para petani cukup bagus. Sehingga permintaan petani seharusnya sangat banyak.

Baca Juga: Komisi B Dorong Pelaku UMKM Segera Miliki Sertifikat Halal

“Hanya saja setelah kita berkunjung ke perkebunan yang dimiliki pembenihan di Lamongan dan sebagainya, itu ada keluhan yang disampaikan di lahan persawahan pembibitan padi tersebut. Keluhannya adalah sulit menjual barangnya,” pungkasnya.

Sementara itu, merespon pernyataan tersebut, Kepala Dinas Pertanian Jatim, Dydik Rudy Prasetya menjelaskan bahwa pihaknya sampai saat ini menerapkan single price mengacu dengan Perda yang berlaku.

“Tetap kami lihat dan kaji secara efektif masukan tersebut, selama ini kami mengacu pada Perda yang ada,” jelasnya.

Lebih lanjut, Rudy mengungkapkan jika sistem single price dihapuskan, maka hal tersebut cukup riskan dan berisiko mengingat belum tersedianya pedoman soal konsumen.

“Akan sangat riskan kalau tidak single price, nantinya kita tidak tahu kepada siapa kita jual benih dengan harga tinggi dan kepada siapa kita jual dengan harga rendah, berpotensi tidak tepat sasaran,” pungkasnya. YAP

RELATED ARTICLES

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

Terbaru