Menelusuri Jejak Santa Claus: Dari Santo Nicholas hingga Ikon Iklan Minuman Bersoda
SURABAYA, Nawacita – Setiap perayaan Natal, sosok Santa Claus selalu hadir sebagai simbol keceriaan dan pemberi hadiah bagi anak-anak di seluruh dunia. Namun, di balik figur pria tua berjanggut putih dengan pakaian merah itu, tersimpan sejarah panjang yang berakar dari tokoh nyata hingga menjadi ikon budaya global.
Asal-usul Santa Claus diyakini bermula pada abad ke-4 Masehi dari seorang Uskup bernama Santo Nikolas yang berasal dari Myra, wilayah yang kini masuk Turki modern. Santo Nikolas dikenal luas karena kemurahan hatinya, terutama terhadap anak-anak dan kaum miskin. Salah satu kisah paling terkenal adalah ketika ia memberikan mas kawin kepada tiga putri dari keluarga miskin demi menyelamatkan mereka dari kehidupan yang tidak terhormat.
Pada Abad Pertengahan, Santo Nikolas kerap digambarkan sebagai uskup berjanggut dengan jubah merah kanonik. Gambaran inilah yang diyakini menjadi cikal bakal visual Santa Claus saat ini. Seiring waktu, kisah Santo Nicholas terus berkembang di berbagai wilayah Eropa. Di Belanda, Jerman, dan Flandria, muncul sosok Sinterklas yang dirayakan setiap 6 Desember pada Hari Santo Nikolas, di mana anak-anak menerima hadiah kecil sebagai bentuk penghormatan.
Baca Juga: Keunikan Perayaan Natal di Norwegia, Perpaduan Tradisi Viking dan Modern
Seiring berjalannya waktu, kisah Santo Nicholas terus berkembang. Pada awal abad ke-15, penyair Inggris John Audelay menulis lagu Natal yang menyebutkan Santo Nicholas sebagai pembawa hadiah bagi anak-anak. Tradisi ini semakin menguat di kawasan Eropa Barat, khususnya di Belanda, Flandria, dan Jerman, melalui figur Sinterklas. Diperingati setiap 6 Desember sebagai Hari Santo Nicholas, anak-anak di berbagai negara Eropa menerima hadiah kecil sebagai simbol penghormatan. Tradisi meninggalkan sepatu di luar rumah pun lahir dari perayaan ini.
Memasuki abad ke-16, perubahan besar terjadi akibat Reformasi Gereja. Tokoh Reformasi asal Jerman, Martin Luther, memperkenalkan gagasan bahwa hadiah diberikan pada Hari Natal, bukan pada Hari Santo Nicholas. Ia juga mengusulkan figur Christkind sebagai pembawa hadiah. Meski demikian, semangat memberi dan kemurahan hati tetap menjadi inti tradisi Natal di Eropa.
Tradisi pemberian hadiah kemudian mengalami pergeseran pada abad ke-16, dipengaruhi oleh Reformasi Gereja yang dipelopori Martin Luther. Luther mengusulkan agar pemberian hadiah dilakukan pada Hari Natal dan diperankan oleh Christkind, bukan lagi Santo Nikolas. Namun, semangat memberi dan kemurahan hati tetap menjadi inti dari tradisi tersebut.
Kisah Santa Claus akhirnya menyeberang ke Amerika Serikat pada abad ke-18, dibawa oleh pemukim Belanda ke wilayah New York. Popularitasnya semakin menguat setelah terbitnya puisi terkenal “A Visit from St. Nicholas” pada tahun 1823, yang menggambarkan Santa sebagai pria tua riang dengan kereta luncur dan rusa kutub—citra yang kini dikenal luas di seluruh dunia.
Perkembangan besar citra Santa Claus modern terjadi pada abad ke-20 melalui dunia periklanan. Pada tahun 1931, The Coca-Cola Company meluncurkan kampanye iklan Natal yang menampilkan Santa Claus berjas merah dan putih. Ilustrasi tersebut dibuat oleh seniman Haddon Sundblom dan terinspirasi dari karya seniman abad ke-19 Thomas Nast. Sejak saat itu, Santa versi Coca-Cola menjadi gambaran paling populer dan melekat kuat dengan perayaan Natal global.
Sejak saat itu, Santa Claus menjadi ikon tetap dalam iklan liburan Coca-Cola hingga saat ini. Setiap musim Natal, perusahaan tersebut secara konsisten menghadirkan Santa dalam berbagai kampanye yang menonjolkan pesan kebahagiaan, kebersamaan, dan perdamaian.
Soal pakaian merah dan putih yang dikenakan Santa, para sejarawan menilai warna tersebut kemungkinan besar berasal dari jubah merah uskup Kristen awal dan tradisi Sinterklaas di Belanda. Namun, warna khas Coca-Cola juga diyakini turut memperkuat asosiasi tersebut dalam budaya populer modern.
Meski Coca-Cola tidak menciptakan Santa Claus, peran perusahaan ini dalam mempopulerkan visual Santa modern tidak dapat dipungkiri. Hingga kini, Santa Claus tetap menjadi elemen utama dalam iklan-iklan liburan Coca-Cola yang dirilis setiap tahun.
Makna Santa Claus pun terus berkembang seiring perubahan zaman. Bagi sebagian orang, ia adalah simbol keceriaan Natal, kebersamaan keluarga, dan hadiah. Bagi yang lain, Santa merupakan pengingat akan nilai-nilai spiritual, kemurahan hati, dan kasih terhadap sesama. Tak sedikit pula yang memandangnya sebagai ikon budaya populer yang merepresentasikan semangat memberi tanpa pamrih.
Terlepas dari berbagai interpretasi tersebut kini, Santa Claus telah berevolusi menjadi simbol global yang dimaknai secara beragam dan dicintai lintas generasi dan budaya. Ia adalah ikon sekuler Natal yang identik dengan hadiah, keluarga, dan keceriaan. Santa Claus mengingatkan dunia akan pentingnya berbagi, kepedulian, kebahagiaan sederhana yang menjadikan Natal sebagai momen istimewa bagi jutaan orang di seluruh dunia.
Reporter : Rovallgio


