Wednesday, December 17, 2025
HomeHukumTNI-POLRIAspirasi Masyarakat Maluku Dorong Reformasi Polri yang Lebih Inklusif dan Berkeadilan

Aspirasi Masyarakat Maluku Dorong Reformasi Polri yang Lebih Inklusif dan Berkeadilan

Aspirasi Masyarakat Maluku Dorong Reformasi Polri yang Lebih Inklusif dan Berkeadilan

JAKARTA, Nawacita – Dalam upaya mempercepat proses reformasi institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Komisi Percepatan Reformasi Polri (KPRP) menggelar public hearing bersama perwakilan berbagai lapisan masyarakat Maluku di Universitas Pattimura.

Forum ini menjadi ruang penting bagi KPRP untuk menghimpun beragam masukan dan perspektif mengenai penguatan institusi Polri, khususnya suara masyarakat daerah yang menjadi salah satu elemen kunci dalam memastikan reformasi berjalan inklusif, efektif, dan sesuai kebutuhan publik.

Kegiatan public hearing yang diselenggarakan KPRP di Ambon menghadirkan berbagai pemangku kepentingan di Maluku, termasuk tokoh adat, tokoh agama, akademisi, organisasi kepemudaan, civitas akademika, serta pelaku usaha.

- Advertisement -

Mengawali audiensi, Anggota KPRP Jenderal (Purn) Drs. Badrodin Haiti menegaskan posisi Polri sebagai institusi yang memegang peran dalam penegakan hukum dan menjadi garda terdepan dalam mewujudkan keadilan bagi masyarakat. Ia menyampaikan bahwa legitimasi Polri tidak hanya bersumber dari payung hukum yang mengatur keberadaannya, tetapi juga sangat bergantung pada dukungan dan kepercayaan masyarakat.

Tanpa dukungan tersebut, legitimasi Polri tidak akan memiliki makna substantif. Karena itu, Badrodin menekankan pentingnya memperkuat hubungan antara Polri dan masyarakat sebagai fondasi utama dalam mendorong keberhasilan reformasi.

“Apakah yang perlu direformasi hanya Polri? Tentu tidak. Namun, Polri menjadi perhatian utama karena dinamika yang terjadi sejak peristiwa di bulan Agustus serta munculnya 17+8 tuntutan publik, yang di mana salah satunya adalah reformasi Polri. Kami hadir untuk menampung aspirasi dari berbagai tokoh dan organisasi masyarakat demi perbaikan Polri ke depan. Masukan ini akan kami kumpulkan dan rumuskan sebagai rekomendasi langkah perbaikan Polri,” ujar Badrodin.

Baca Juga: Ajak Kolaborasi Kelompok Masyarakat Aceh, Komite Percepatan Reformasi Polri Serap Aspirasi Konstruktif

Mengawali masukan dari para audiens, Perwakilan Majelis Latupati Maluku Ali Hatala menegaskan sejumlah prinsip yang perlu dijunjung dalam reformasi Polri. Prinsip tersebut meliputi peran Polri dalam penguatan nilai-nilai kehidupan masyarakat adat, netralitas Polri yang harus berpijak pada konstitusi, serta transparansi dan akuntabilitas kinerja Polri.

“Pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat adalah bagian dari perlindungan negara terhadap warganya. Transparansi dan akuntabilitas kinerja Polri kepada masyarakat adalah bentuk pertanggungjawaban publik dan upaya membangun kepercayaan,” ungkap Ali.

Selain Ali, Perwakilan DPD PIKI Maluku Martinus Saptenno menekankan bahwa reformasi Polri harus terstruktur, sistematis, dan berkesinambungan. Ia menilai diperlukan kajian yang lebih mendalam agar proses reformasi langkah nyata. Martinus juga menegaskan pentingnya memastikan setiap rekomendasi diterjemahkan ke dalam kebijakan dan praktik kerja kepolisian yang lebih profesional, transparan, dan responsif.

“Reformasi apa pun tidak akan efektif tanpa penguatan kapasitas, integritas, dan profesionalisme sumber daya manusia (SDM) di tubuh Polri. Pengembangan SDM menjadi fondasi utama agar seluruh perubahan yang diharapkan dapat berjalan konsisten dan berkelanjutan,” tambah Martinus.

Senada, Sekretaris Muhammadiyah Maluku Abdullah Marasabessy menekankan pentingnya pengembangan SDM Polri yang berintegritas sebagai kunci reformasi. Ia mengusulkan pembenahan pola pendidikan Polri agar lebih humanis dan berorientasi pada etika, sehingga potensi tindakan kekerasan dan pelanggaran disiplin dapat diminimalkan dan kepercayaan publik meningkat.

“Pembenahan tidak hanya pada aspek struktural, tetapi juga pada pola pikir dan budaya kerja. Harapannya, perubahan ini benar-benar membentuk Polri yang lebih berintegritas, profesional, dan berorientasi pada pelayanan publik,” tekan Abdullah.

Selain aspek SDM, reformasi Polri perlu menggunakan pendekatan yang lebih sensitif terhadap budaya dan struktur sosial daerah. Penguatan peran adat dan agama dapat menjadi pendekatan untuk membuka komunikasi yang lebih transparan dengan masyarakat.

Pandangan ini disampaikan oleh Ketua Sinode GPM Maluku Sacharias I Sapulette. Sacharias mengusulkan pembentukan forum dialog rutin di tingkat daerah sebagai ruang komunikasi yang aman dan terbuka bagi masyarakat. Menurutnya, forum ini penting untuk memastikan aspirasi publik tersampaikan berkelanjutan serta mendorong hubungan yang lebih konstruktif antara masyarakat dan aparat kepolisian.

“Kehadiran forum ini akan memungkinkan masyarakat menyampaikan aspirasi dan keluhan secara langsung melalui tokoh agama yang mereka percayai, sehingga tercipta ruang komunikasi yang aman, jujur, dan konstruktif,” ujar Sacharias.

Perubahan komunikasi yang lebih transparan dan humanis ini juga didukung oleh perwakilan GAMKI Maluku, Sintya Latumahina. Sintya menyampaikan perlu adanya penguatan kemitraan Polri dengan pemuda di daerah. Kolaborasi ini dinilai menjadi salah satu cara membangun kepercayaan antara generasi muda dengan Polri.

“Kami juga mendorong adanya transparansi aktif melalui media sosial, tanpa menunggu suatu kasus viral. Polri perlu hadir di ruang digital dengan komunikasi yang lebih terbuka, responsif, dan solutif,” tambah Sintya.

Menyoroti representasi pemuda daerah dalam jajaran Polri, Rektor Institut Agama Kristen Negeri Ambon, Yance Z Rumahuru, melihat bahwa proses penerimaan anggota Polri di daerah masih belum sepenuhnya mengusung asas keadilan.

“Masih banyak terjadi praktik kecurangan yang merugikan masyarakat, terutama mereka yang memiliki keterbatasan akses maupun kemampuan finansial. Kondisi ini menimbulkan ketidakpercayaan dan rasa ketidakadilan di tengah masyarakat,” tegas Yance.

Masukan terkait dengan kondisi kesejahteraan anggota Polri di daerah, utamanya Maluku, juga disampaikan. Raja Negeri Hitulama Salhana Pelu menyoroti perlunya perhatian lebih terhadap kesejahteraan personel yang bertugas di lapangan agar mereka dapat menjalankan tugas secara optimal.

“Kesejahteraan anggota Polri yang bertugas langsung di lapangan juga perlu diperhatikan dengan serius, karena mereka menghadapi risiko dan tantangan nyata dalam menjalankan tugas sehari-hari.” ungkap Salhana.

Rektor Universitas Darussalam Ambon Syawal Zakaria juga menyampaikan pendapatnya terkait keterbatasan fasilitas yang dimiliki anggota Kepolisian di daerah. Menurutnya, kondisi ini menghambat optimalnya pelayanan Polri, sehingga peningkatan sarana dan prasarana perlu menjadi bagian dari agenda reformasi.

“Akses transportasi yang sulit, keterbatasan personel, serta minimnya fasilitas pendukung membuat pelaksanaan tugas kepolisian di banyak wilayah menjadi tidak optimal,” ujar Syawal.

Perwakilan Keuskupan Amboina, Seno Inno Gutra, menyoroti masih perlunya peningkatan perlindungan terhadap kelompok rentan. Perlindungan tersebut harus diberikan secara konsisten dalam seluruh situasi, baik dalam pelayanan maupun penegakan hukum.

“Polisi harus memberikan perlindungan kepada kelompok rentan, seperti anak dan perempuan, dalam berbagai situasi pelayanan maupun penegakan hukum,” ujar Seno.

Sejalan dengan pendapat Seno, Perwakilan Keperempuanan ICMI Maluku, Irma H. Hanafi, menilai bahwa Polri perlu meningkatkan kualitas pelayanan bagi perempuan dan anak, terutama dalam proses pengaduan. Ia menekankan pentingnya ketersediaan ruang layanan yang aman, layak, dan sensitif terhadap kebutuhan korban.

“Polri perlu menyediakan ruang layanan yang aman, layak, dan mendukung kebutuhan korban, sehingga perempuan dan anak dapat merasa terlindungi ketika melapor,” jelas Irma.

Melanjutkan diskusi, Rektor Universitas Kristen Indonesia Maluku Steve GC Gasperz menekankan pentingnya pemanfaatan teknologi dalam pelayanan Polri serta penanganan kejahatan siber. Steve memandang bahwa literasi digital, baik bagi anggota Polri maupun masyarakat, perlu mendapatkan perhatian yang serius.

“Polri perlu memberikan pemahaman kepada anggota dan masyarakat, khususnya Generasi Z, mengenai regulasi seperti UU ITE, serta berbagai bentuk pelecehan dan kekerasan berbasis digital, yang masih menimbulkan kebingungan dan kesalahpahaman,” ungkap Steve.

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Pattimura, Sherlock Likipiouw juga menyampaikan masukan terkait pembenahan institusi Polri, khususnya aspek pengawasan eksternal seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Ia menilai peran Kompolnas sebagai pengawas eksternal harus diperkuat agar dapat menjalankan fungsinya secara lebih efektif dan memberikan kontrol signifikan terhadap kinerja Kepolisian. 

“Perannya tidak cukup hanya memberikan rekomendasi, tetapi harus dilengkapi mekanisme tindak lanjut yang jelas, terukur, dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga fungsi pengawasan eksternal benar-benar efektif,” jelas Sherlock.

Menanggapi berbagai masukan yang disampaikan perwakilan masyarakat Maluku, Badrodin menyampaikan apresiasi mendalam. Ia menegaskan bahwa masukan tersebut menjadi bagian penting dalam mendorong percepatan reformasi Polri agar lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan di lapangan.

Badrodin menjelaskan bahwa reformasi Polri mencakup tiga aspek utama: instrumental (perangkat hukum dan prosedur), struktural (organisasi, kelembagaan, dan sistem karier), serta kultural (perubahan paradigma dan budaya kerja). Ia menegaskan, aspek kultural saat ini menjadi perhatian utama.

“Masih terdapat persepsi masyarakat yang berbeda terhadap polisi dibandingkan lembaga publik lainnya. Menurunnya kepercayaan publik memicu desakan dan momentum, sehingga Presiden memerintahkan pembentukan KPRP. Ini bukan berarti reformasi belum ada, tetapi reformasi yang sudah berjalan perlu dilaksanakan lebih cepat dan menyeluruh,” ungkap Badrodin.

Menambahkan Badrodin, Anggota Kelompok Kerja KPRP, La Ode Muhammad Syarif, menyatakan bahwa masukan masyarakat adalah elemen penting percepatan reformasi. Aspirasi tersebut sangat berharga untuk mewujudkan Polri yang lebih baik dan responsif.

“Perspektif eksternal ini penting untuk memperkaya masukan dan memastikan setiap regulasi maupun kebijakan dapat diterapkan secara adil, efektif, dan transparan,” ungkap La Ode. (WNS/NES – Humas Kemensetneg)

RELATED ARTICLES

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

Terbaru