Komisi Percepatan Reformasi Polri Bersama Ombudsman dan LPSK Bahas Penguatan Pelayanan Publik
JAKARTA, Nawacita – Dalam upaya mempercepat agenda reformasi sektor keamanan, Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia menggelar audiensi strategis bersama Ombudsman RI dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Ruang Aspirasi Kementerian Sekretariat Negara.
Pertemuan ini menjadi forum penting untuk menghimpun evaluasi dan masukan kelembagaan terkait peningkatan kualitas pelayanan publik Polri, di tengah meningkatnya tuntutan profesionalisme dan transparansi dari masyarakat.
Membuka audiensi, Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshidiqie menyampaikan harapannya agar masukan yang disampaikan dapat memperkaya pembahasan sehingga proses reformasi berjalan lebih komprehensif dan konstruktif.
Baca Juga: Bahas Penguatan Pengawasan Kompolnas, Komisi Reformasi Polri Serap Aspirasi Kompolnas
Menyampaikan rekomendasinya, Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih memaparkan adanya tren peningkatan laporan masyarakat terkait penyelidikan yang tidak ditindaklanjuti, yang menunjukkan tantangan dalam kepercayaan publik terhadap kinerja kepolisian.
“Reformasi Polri perlu menempatkan pelayanan publik sebagai inti, memperkuat sistem talenta yang objektif, memanfaatkan teknologi, serta mempercepat digitalisasi agar penanganan perkara semakin transparan dan responsif,” lanjut Najih.
Kemudian, Ketua LPSK, Achmadi, menyampaikan bahwa sinergi Polri dan LPSK perlu diperkuat karena pola kerja integratif belum sepenuhnya berjalan di lapangan.
“Sinergi antara Polri dan LPSK masih perlu diperkuat karena pola kerja integratif belum sepenuhnya dipahami di lapangan,” ujar Najih.
Menanggapi rekomendasi yang diberikan, Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshidiqie pentingnya penyusunan data kuantitatif sebagai dasar rekomendasi dan evaluasi.
“Setiap rekomendasi harus berbasis data kuantitatif yang jelas, bukan hanya kualitatif. Data dengan angka aktual sangat diperlukan agar keputusan dapat diambil secara objektif, terukur, dan dapat dipertanggungjawabkan,” ujar Jimly. (KHA – Humas Kemensetneg)


