Walikota Eri Dorong Parkir Non Tunai untuk Akhiri Konflik Lahan dan Perjelas Pembagian Pendapatan
SURABAYA, Nawacita – Walikota Surabaya, Eri Cahyadi, menegaskan komitmen Pemerintah Kota Surabaya untuk menerapkan sistem parkir non tunai sebagai solusi mengatasi persoalan klasik terkait perebutan lahan parkir, ketidakjelasan setoran, hingga potensi konflik antar pihak di lapangan.
Menurut Eri, sistem non tunai dinilai mampu memberikan transparansi, terutama dalam hal nominal uang yang masuk dari retribusi parkir harian.
“Karena non tunai ini sifatnya adalah untuk menjelaskan kepada petugas parkir agar uangnya itu jelas (nominal),” ucap Eri.
Ia mencontohkan berbagai kejadian rebutan lahan parkir hingga perselisihan yang muncul akibat ketidakjelasan pendapatan sebenarnya dari parkir tersebut. Kasus yang sempat mencuat mengenai parkir di sebuah toko modern dan usaha restoran, menjadi salah satu bukti perlunya sistem yang lebih transparan.
Baca Juga: Pemkot Surabaya Kembali Kirim Bantuan ke Sumatera, Berangkat Rabu Pagi Lewat Jalur Laut
“Sekarang lihat rebutan parkirlah, gegeran lahan, karena tidak tahunya berapa sih uang yang masuk. Contoh yang kemarin toko modern, kemudian usaha resto yang ramainya luar biasa, makanya solusinya ini sudah saya sampaikan,” tegasnya.
Melalui penerapan parkir non tunai, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berharap tidak hanya mengurangi konflik dan meningkatkan transparansi, tetapi juga menghadirkan sistem layanan publik yang lebih modern, tertib, dan akuntabel.
Eri optimistis bahwa masa transisi selama satu tahun cukup untuk membiasakan seluruh pihak, baik pemilik usaha maupun juru parkir, agar penerapan parkir non tunai dapat sepenuhnya berjalan pada tahun 2026.
“Jadi insya Allah, dengan belajar waktu satu tahun, cukuplah di tahun 2026 agar tidak terjadi perpecahan di Surabaya. Perkara permasalahan pemilik usaha dengan yang jaga parkir, jumlah yang masuk berapa supaya pembagiannya jelas,” ungkapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Eri juga menekankan pentingnya menjaga kerukunan di Kota Pahlawan, yang dihuni masyarakat dari berbagai suku dan latar belakang. Menurutnya, seluruh warga yang mengais rezeki di Surabaya, termasuk para juru parkir, harus menjunjung nilai persatuan.
“Di Surabaya ini, di mana kaki kita pijak maka langit itu yang kita junjung. Ada Batak, Ambon, Jawa, Madura, Manado, Sumatera—semua warga kita. Semuanya ada yang menjadi tukang parkir, maka semuanya harus menjunjung tinggi langit yang ada di atas kepala kita. Dengan apa? Dengan non-tunai supaya tidak ada pertikaian,” pungkasnya.
Reporter : Rovallgio


