Realisasi Pajak Januari–Oktober 2025 Turun 3,9% YoY, DJP Soroti Restitusi Rp340,52 triliun
JAKARTA, nawacita – Hingga Oktober 2025, Kinerja Dirjen Pajak merosot. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat realisasi penerimaan pajak neto hingga Oktober 2025 mencapai Rp1.459,03 triliun, turun 3,9% dibanding periode yang sama tahun 2024 yang mencapai Rp1.517,54 triliun. Penurunan ini menandai kontraksi penerimaan YoY di tengah meningkatnya restitusi kepada wajib pajak.
Secara rinci, sejumlah pos pajak mengalami penurunan signifikan. PPh Badan tercatat sebesar Rp237,56 triliun atau turun 9,6%, PPh Orang Pribadi dan PPh 21 Rp191,66 triliun (turun 12,8%), serta PPh Final, PPh 22, dan PPh 26 sebesar Rp275,57 triliun (turun 0,1%). Penerimaan PPN dan PPnBM yang menjadi tulang punggung penerimaan juga mengalami penurunan 10,3% menjadi Rp556,61 triliun. Hanya kategori pajak lainnya yang mencatat kenaikan, yakni sebesar Rp197,61 triliun atau tumbuh 42,3%.
“Penerimaan pajak neto sampai Oktober lebih rendah dari tahun lalu dengan kontraksi total 3,9%,” ujar Dirjen Pajak Bimo Wijayanto dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2025).
Menurut Bimo, kontraksi pada penerimaan neto salah satunya dipicu oleh lonjakan restitusi yang mencapai 36,4% hingga Oktober 2025. Kondisi ini menyebabkan penerimaan neto tertekan meski penerimaan bruto sebenarnya tumbuh positif. DJP mencatat penerimaan bruto mencapai Rp1.799,55 triliun, naik dibanding tahun lalu yang sebesar Rp1.767,13 triliun.
Baca Juga : Menjinakkan Coretax : Respons dan Komitmen Besar Pemerintah dalam Pajak Era Digital
“Tahun 2025 restitusi melonjak sekitar 36,4%, sehingga walaupun penerimaan pajak bruto mulai positif, penerimaan netonya masih mengalami penurunan,” jelasnya.
Restitusi yang diberikan DJP pada tahun ini mencapai Rp340,52 triliun, naik signifikan dari Rp249,59 triliun pada Oktober 2024. Kenaikan terbesar berasal dari PPN dalam negeri yang mencapai Rp238 triliun (naik 23%), diikuti PPh Badan Rp93,80 triliun (naik 80%), serta jenis pajak lainnya Rp7,87 triliun (naik 36%).
Bimo menegaskan bahwa tingginya restitusi berarti uang kembali ke masyarakat dan sektor usaha, yang diharapkan dapat menggerakkan perekonomian.
“Restitusi didominasi oleh PPh Badan dan PPN Dalam Negeri, sehingga koreksi pertumbuhan di dua pos pajak ini membuat penerimaan neto tertekan lebih dalam dibanding pertumbuhan bruto,” tutupnya.


