Dinda.. Ayolah Adindaku..
Adindaku yang baik, bantulah Mas mu iki…
Begitulah sepenggal kata-kata yang selalu dan selalu terucap dari mulut Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko setiap bertemu sejawatnya. Baik itu sesama politisi, sesama kepala daerah, pengusaha, teman aktivis sampai Wartawan. Gaya dan tingkah lakunya memang tidak selayak pejabat pada umumnya yang serba protokoler. Atau sok jaim dan sulit untuk berkomunikasi dengan masyarakat.
Sosok Sugiri Sancoko ini memang beda dari yang lain. Saya pertama kali kenal Sugiri Sancoko sekitar pertengahan tahun 2006. Dikenalkan oleh senior saya di HIPMI. Saat itu Sugiri adalah makelar pengadaan barang di sebuah instansi Pemerintah. Dia tidak punya modal untuk belanja pengadaan komputer yang nilainya sebenarnya tak lebih dari 30 juta. Saya dan teman saya pun sukses dirayu Mas Giri ini yang kala itu rambutnya gondrong dan agak Brintik. Usai join bisnis kecil-kecilan itu dengan modal patungan. Setelah pengadaan selesai, seminggu kemudian giliran saya dan teman saya tiap hari ke rumahnya di daerah Karah Surabaya untuk nagih pembayaran. Hingga akhirnya terbayar dalam beberapa bulan kemudian.
Itu Sugiri Sancoko, orang dari bawah yang kemana-mana selalu mengandalkan pertemanan. Seorang seniman yang menjunjung tinggi budaya Jawa. Jika punya kemauan, ia pun rela melakukan apa saja supaya teman-temannya itu membantu. Hingga kemudian dia sukses menjadi relawan pendukung Presiden SBY lewat majelis sholawat di Pilpres 2009. Poskonya mentereng, di Jalan Tunjungan Surabaya. Tak lama kemudian Mas Giri pun jadi pengusaha Billboard reklame yang bertengger di beberapa sudut kota Surabaya, Malang bahkan sampai luar Jawa.
Lama tak komunikasi, hingga berjumpa lagi saat ia dilantik menjadi Anggota DPRD Jawa Timur 2009-2014 tetap dengan rambut Gondrongnya. Meski sudah jadi pejabat, Gayanya tetap slengean dan kadang lupa kalau sudah jadi pejabat. Tepat 6 bulan setelah dilantik menjadi DPRD Jawa Timur, Ia akhirnya potong rambut dan rapi banget. Pakde Karwo yang kala itu menjadi Ketua Demokrat Jatim akhirnya memberi jabatan sebagai Ketua Komisi E DPRD Jatim atas usulan teman-teman wartawan hehehe…
Nasib politik Sugiri Sancoko tak semulus yang dikira. Pada periode berikutnya 2014-2019 Kang Giri kembali lolos di Indrapura. Namun tak sampai setahun, ia mengundurkan diri pada 2015 untuk maju sebagai calon Bupati Ponorogo. Namun saat itu iapun kalah dengan Ipong. Giri pun bantalan gubis, kursi DPRD Jatim hilang, kursi bupati pun tak sanggup ia dapat. Sempat nganggur dan jadi Event Organizer setiap kegiatan Partai Demokrat.
Tak patah semangat, pada periode berikutnya Sugiri nekat maju lagi meski tak punya modal cukup melawan incumbent. Namun karena dukungan rakyat dan para koleganya yang sukses Ia rayu untuk mendanai, Sugiri Sancoko pun melenggang menang jadi Bupati Ponorogo mengalahkan Ipong. Kali ini Sugiri Sancoko akhirnya berlabuh ke PDI Perjuangan. Hingga pada pilkada serentak 2024 lalu, Sugiri maju lagi, dan menang lagi. Namun tragis, tak sampai setahun menjabat di periode kedua, Sugiri akhirnya sekolah ke Kuningan Jakarta alias dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 7 November 2025.
Itulah perjalan hidup. Selalu ada gebrakan. Sama halnya dengan gebrakan yang dilakukan oleh politisi atau pejabat-pejabat di negeri ini. Terlihat kerja untuk rakyat, sederhana tapi hal itu tidak menjamin perubahan perilaku. Bisa berubah menjadi semakin baik, atau semakin gak baik sesuai situasi Hati Nurani. Meliuk liuk bagai tekukan sakral sang Reog Ponorogo. Kadang dipuji dan kadang dipecuti.
Aksi penuh gebrakan hampir dilakukan semua public figure. Contohnya Menteri Keuangan Purbaya Yudhi yang tiba-tiba dilantik dan mengubah banyak hal melalui gebrakan ekonomi luar biasanya. Begitu juga, Roy Suryo, bisa disebut melalukan gebrakan karena konsisten mengangkat isu ijazah mantan Presiden sampai tiap hari nongol di semua stasiunTV hingga akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian di hari yang sama, saat Sugiri Sancoko melantik sejumlah pejabat Pemkab Ponorogo.
Yaaa… Begitulah… Selamat menjalani hari-hari yang penuh Gebrakan. Semua pasti bisa menjadi pelajaran untuk kehidupan selanjutnya.
——
Riko Abdiono – Jurnalis Politik


