Ayu Purwarianta: AI Membuka Peluang Besar, Tapi Tidak Bisa Gantikan Pikiran Kritis
SURABAYA, Nawacita – Perkembangan kecerdasan buatan (AI) yang melaju pesat menuntut akademisi, mahasiswa, dan pelaku industri untuk bergerak cepat. Demikian pesan yang disampaikan Ayu Purwarianta, yang juga sebagai dosen Informatika Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Wakil Ketua Kolaboras Riset.
Saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional 2025 Hasil Pengabdian Masyarakat bertema “Seminar Artificial Intelligence untuk Revolusi Teknologi dan Industri Masa Depan” di FTMM Universitas Airlangga, pada Kamis (16/10/2025).
Ia menyoroti cabang-cabang AI yang kini matang: computer vision, speech processing, natural language processing (NLP), hingga bioinformatics.
Baca Juga: Mencetak Engineer Humanis: FTMM Unair Gaungkan AI untuk Masyarakat dan Masa Depan
Ayu meyakini integrasi AI dengan sektor kesehatan memiliki potensi besar jika kolaborasi antara peneliti dan praktisi klinis dijalankan serius.
“Kita harus jeli melihat peluang: kombinasi image, suara, dan teks (multimodal) membuka banyak aplikasi — dari diagnosis hingga editing media dan asistensi,” ujarnya.
Ia juga menyebutkan teknologi seperti speech-to-text, text-to-speech, speaker recognition, dan O2LM (one-to-many multimodal) sebagai contoh perkembangan penting yang layak dieksplorasi.
membangun produk B2C yang bersaing dengan raksasa global (Google dkk.) tidak mudah. Startup lokal harus menemukan diferensiasi dan posisi pasar yang jelas. Di sisi lain, peneliti dituntut terus membaca paper terbaru, memantau library dan model baru, agar tidak ketinggalan.
“Perkembangan model itu sangat cepat; peneliti dan praktisi harus rajin mengikuti literatur dan ekosistem teknologi,” tegasnya.
Ayu mengatakan AI adalah alat bantu yang kuat namun bukan pengganti pemikiran kritis manusia. Dosen dan institusi perlu menyiapkan mekanisme agar mahasiswa tetap menghasilkan karya orisinal, dapat menjelaskan ide mereka, dan mampu berkolaborasi lintas disiplin.
“AI membantu, tapi bukan satu-satunya. Kita harus paham cara menggunakannya, membatasi blindspot-nya, dan mengintegrasikannya dengan kebutuhan masyarakat,” tutup Ibu Ayu. (Al)


